Monday, October 25, 2010

PENDIDIKAN ISLAM (Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru)

PENDIDIKAN ISLAM
(Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru)
Selengkapnya Click  DISINI
Pubikasi Buku
1.      Judul buku                    : Pendidikan Islam (tradisi dan modernisasi menuju melenium baru)
2.      Tahun                           : 2001
3.      Penulis                          : Prof. Dr. Azzumardi Azra, M.A
4.      Penerbit                        : Kalimah
5.      Alamat penerbit            : Jl. Ir. H. Juanda No. 50, Blok D-30 Ciputat 15416
6.      Jumlah halaman             : 208;   halaman dibagi dalam 19 bab
7.      Cetakan                       : III (Ketiga)
8.      Cetakan I tahun            :1999
9.      No. ISBN                    : 0-700-24415-3
10.  Jenis Buku                    : Umum
KATA PENGANTAR
            Pendidikan Islam berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Pada masa awal perkembangan Islam, tentu saja pendidikan formal yng sistematis belum terselenggara. Pendidikan yang berlangsung dapat dikatakan umunya bersifat informal; dan inipun lebih berkaitan dengan uapay-upaya dakwah Islamiyah. Dalam pendidikan informal ini proses belajar mengajar berlangsung di rumah sahabat tertentu, dan yang paling terkenal adalah Darul Arqom, akan tetapi setelah masyarakat Islam mulai terbentuk, maka pendidikan berlangsung di masjid. Proses pendidikan pada kedua tempat ini dilakukan dalam halaqoh, lingkaran belajar.
            Pendidikan formal Islam baru muncul pada masa lebih belakangan ini, yakni dengan adanya madrasah-madrasah, beberapa sejarawan pendidikan mengemukakan, bahwa madrasah pertama di dirikan oleh Wazir Nizham al Mulk pada tahun 1064.
BAB I (halaman 3 s/ d 10)
Pendidikan Islam: Pengantar Pengertian Dasar
Banyak tokoh pendidikan yang mengartikan ”pendidikan”, mereka mengartikan secara berbeda, akan tetapi intinya sama, maka dalam buku ini menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara efektif dan efesien.
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dalam konotasi istilah ”tarbiyah”, ”ta’lim , dan ”ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama. Ketiga istilah itu megandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lian. Istilah itu sekaligus dari sekedar pengajaran; perbedaan pendidikan dengan pengajaran terletak menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; informal, formal dan non formal.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan terlihat penekakan pendidikan Islam pada ”bimbigan” bukan ”pengajaran” yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksanaan pendidikan (pendidik). Pendidikan Islam merupakan salah satu aspek saja dari ajaran Islam secara keseluruhan. Karena tujuan pendidikan tidak lepas dari tujuan hidup manusia Islam; yaitu untuk menciptakan pribadi-pribadi hamba Allah yang selalu bertaqwa kepada-Nya.
Dasar-dasar pendidikan Islam, secara prinsipal diletakkan pada dasar-dasar ajaran Islam dan seluruh perangkat kebudayaannya. Dasar-dasar pembentukan dan pengembangan pendidikan yang pertama dan utama tentu saja Al-quran dan Sunnah, misalnya meberikan prinsip yang sangat penting bagi pendidikan, yaitu penghormatan kepada akal manusia, bimbingan ilmiah, tidak menentang fitrah manusia, serta memelihara kebutuhan sosial. Dari dasar-dasar pendidikan Islam kemudian dikembangkan satu sistem pendidikan Islam yang mempunyai karakteristik sendiri yang berbeda dengan sistem-sistem pendidikan yang lainnya.
BAB II (halama 11 s/d 20)
Ilmu dan Tradisi Keilmuan dalam Masyarakat Muslim
Menuju Rekonstruksi Peradaban Islam
Pembicaran tentang rekonstruksi peradapan Islam melalui ilmu dan teknologi di masa kini dan mendatang, tak dapat tidak melibatkan pembahasan mengenai kedudukan dan tradisi keilmuan dalam Islam.
Perbincangan tentang Islamisasi ilmu dan teknologi bukan tidak bermanfaat. Ia dapat merupakan langkah awal untuk membangun paradigma lebih ”Islami”, bukan hanya pada tingkat masyarakat muslim, tetapi juga pada tingkat global. Di antara masalah-masalah pokok dalam permasalah ini adalah:
Ä     Lemahnya masyarakat ilmiah
Ä     Kurang integralnya kebijakan sains nasional
Ä     Tidak memadai anggran penelitian ilmiah
Ä     Kurangnya kesadaran dikalangan sektor ekonomi tentang pentingnya penelitian ilmiah
Ä     Kurang memadainya fasilitas perpustakaan, dokumentasi dan pusat informasi
Ä     Isolasi ilmuan
Ä     Birokrasi, restriksi, dan kurang intensif.
BAB III (halaman 21 s/d 30)
Mengembangkan Studi Islam Sebagai Disiplin
Ilmu Universitas di Negara-Negara Muslim
                  Sejarah Islam mencatat bahwa studi Islam telah berkembang sejak masa awal dunia Islam. Tumbuhnya pendidikan diilhami oleh ajaran islam itu sendiri, yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Perkembangan pokok dalam sejarah pendidikan muslim, khususnya di wilayah Dinasti Abbasiyah, dicapai dengan lahirnya lembaga al-madrasah yang secara harfiah “sekolah”.
                  Terlepas dari perkembnagan ilmu dan teknologi yang pesat, setidaknya dalam beberapa dekade terahir, semakin banyak orang yang tertarik untuk melihat kembali agama-agama dan ajran-ajaran spritual. Kerena situasi yang menyimpang, yang menyebabkan oleh perubahan yang sangat cepat dalam aspek kehidupan, banyak orang yang merasakan bahwa mereka membutuhkan sesuatu untuk di pegang dengan kuat. Tidaklah mengherankan bila hampir semua ajaran keagamaan dan spiritual bangkit kembali dalam berbagai cara. Dengan perkembangan yang ada, program studi Islam tidak hanya dipandang sebagai program teologi Islam atau penelitian hukun Islam.
BAB IV (halaman 31 s/d 41)
Modernisasi Pendidikan Islam dan Epistimologi Ilmu
                  Fungsi pokok pendidikan dalam masyarakat modern terdiri dari tiga bagian; sosialisasi, penyekelohan (schooling), dan pendidikan (education). Sebagai lembaga sosialisasi pendidikan adalah wahana bagi interaksi anak didik kedalam nilai-nilai kelompok atau nasional yang dominan. Adapun penyekolahan mempersiapkan mereka untuk menduduki posisi sosial-ekonomi tertentu dan karena itu, penyekolahan harus membekali anak didik dengan kualifikasi-kualifikasi pekerjaan dan profesi yang akan membuat mereka mampu memainkan peran dalam masyarakat. Sedangkan dalam fungsi ketiga, pendidikan merupakan ”education” untuk menciptakan kelompok elit yang pada giliranya akan memberikan semangat besar bagi kelanjutan program modernisasi.
                  Pada awal perkembangan adopsi modernisasi pendidikan Islam ini setidak-tidaknya terdapat dua kecenderungan pokok dalam eksperimentasi organisasi-organisasi Islam. Pertama adalah adopsi sistem dan lembaga pendidikan moderen secara hampir menyeluruh.
                  Di bawah ini beberapa input dari masyarakat ke dalam sistem pendidikan:
    Ideologis-normatif
    Mobilitas politik
    Mobilitas ekonomi
    Mobilitas sosial
    Mobilitas kultural
                  Pada saat yang sama variabel-variabel yang terakup dalam transformasi sistem pendidikan adalah:
    Modernisasi administratif
    Differensial struktural
    Ekspansi kapasitas
                  Transformasi dengan mempertimbangkan semua variabel di atas, pada giliran akan menghasilkan output pendidikan yang merupakan input bagi masyarakat antara lain:
    Perubahan sistem nilai
    Output politik
    Output ekonomi
    Ouput sosial
    Output kultural
BAB V (halaman 43 s/d 54)
Pendidikan Islam dan Pengembangan SDM dalam Era Globalisasi
                  Globalisasi sebenarnya bukanlah fenomena baru sama sekali bagi masyarakat-masyarakat muslim Indonesia. Pembentukan dan perkembangan masyarakat muslim Indonesia bahkan berbarengan dengan datangnya berbagai gelombang global secara konstan dari waktu ke waktu. Sumber globalisasi adalah adalah timur tengah, khususnya mula-mula Mekkah dan Madinah, dan sejak akhir abad 19 dan awal abad 20 juga kairo. Karena itu, seperti bisa di duga, globalisasi ini lebih bersifat religio-intelektual, meski dalam kurung-kurung tertentui juga diwarnai oleh semangat religio-politik.
                  Proses globalisasi ekonomi Indonesia nampaknya merupakan konsekuensi atau implikasi yang tidak terletakkan dari proses pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui LPJ I dan LPJ II. Sifat agamis bangsa Indonesia dalam tingkat yang cukup besar tidak mengalami pengikisan, seperti misalnya melalui “sekularisasi”, dalam proses transformasi sosial budaya yang telah berlangsung selama ini melalui pembangunan. Hal ini nampaknya berkaitan dengan kenyataan bahwa mayoritas terbesar pendudk Indonesia adalah menganut agama Islam. Selama ini pesantren di kenal sebagai lembaga pendidikan tradisioanal Islam yang telah turut membina dan mengembangkan SDM untuk mencapai unggulan, meski selama ini dapat dikatakan relatif “terbatas” pada sosial keagamaan.
BAB VI (halaman 53 s/d 60)
Missi Profesi dan Pendidikan Islam: Ke Arah Peningkatan Kualitas SDM
                  Salah satu missi sentral Nabi Muhammad SAW adalah peningkatan SDM, yang benar-benar utuh, tidak hanya secara jasmaniyah, tetapi juga secara batiniah. Penigkatan kualitas SDM itu dilaksanakan dalam keselarasan dengan tujuan missi profetik Nabi, yakni untuk mendidik manusia, memimpin mereka ke jalan Allah, dan mengajarkan mereka untuk menegakkan masyarakat yang adil, sehat, harmonis, sejahtera secara material maupun spiritual.
                  Pendidikan dalam pengertian khusus dan terbatas merupkan salah satu aspek terpenting dari missi kenabian, misal terlihat beliau membebaskan para tawanan kafir Quaraisy setelah mereka mengajar anak-anak muslim untuk mambaca dan menulis. Melalui kebijaksanaannya ini, Nabi Muhammad memberikan teladan, bahwa segala potensi yang ada di lingkungan kaum muslimin sekalipun potensi itu ada dipunyai non muslim dapat didayagunakan untuk peningkatan kualitas SDM muslim.
                  Pendidikan Islam jelas mempunyai peranan penting dalam meningkatkan SDM. Sesuai dengan cirinya sebagai pendidikan agama, secara ideal pendidikan pendidikan Islam berfungsi dalam penyiapan SDM yang berkualitas tinggi, baik dalam penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam hal karakter, sikap moral, dan penghayatan dan pengamalan ajaran agama. Singkatnya pendidikan Islam secara ideal berfungsi membina dan menyiapkan anak didik yang berilmu, berteknologi, berketerampilan tinggi dan sekaligus beriman dan beramal sholeh.
                  Pendidikan Islam, dalam berbagai tingkatannya mempunyai kedudukan yang penting dalam pendidikan nasional sesuai dengan UU no 20 tahun 1989 tentang sistem pendidika nasional.
BAB VII (halaman 61 s/d 68)
Sosialisasi Politik dan Pendidikan Islam
                  Dalam sejarah Islam, hubungan antara pendidikan dengan politik juga dapat dilacak sejak masa-masa pertumbuhan paling subur dalam lembaga-lembaga pendidikan Islam, semacam madrasah. Signifikasi dan implikasi politik dan pengembangan madrasah atau pendidikan Islam pada umumnya bagi para penguasaha muslim sudah jelas.
                  Istilah “Pendidikan politik” (polotical education) sebagaimana sering digunakan di Indonesia kelihatannya bukanlah suatu terma atau konsep yang lazim digunakan dalam kajian-kajian politik kontemporer. “Pendidikan politik” atau “sosial politik”, sebagaimana diharapkan, berlangsung paling intens pada tingkat perguruan tinggi (universitas). Universitas memiliki mahasiswa yang sudah “matang” dan siap untuk terlibat secara langsung dalam proses politik yang berlangsung. Kemudian mahasiswa merupakan lapisan masyarakat yang potensial untuk menjadi lahan rekrutmen politik dan karena itu, mereka sebenarnya sangat rawan terhadap manipulasi politik.
                  Dengan demikian jelas bahwa aktivisme politik mahasiswa bukanlah fenomena yang sederhana. “pendidikan politik ” dan “sosialisasi politik”  yang berlangsung melalui sistem dan kelembagaan pendidikan merupakan satu variabel saja dan berbagai variabel lainnya, yang mengait satu sama lain.
BAB VIII (halaman 69 s/d 82)
Kebangkitan Sekolah Elite Muslim: Pola Baru “Sentralisasi
                  Para mengamat, baik dari dalam maupun luar negeri, terkadang menyebut gejala “santrinisasi” ini dengan istilah “kebangkitan Islam” di Indonesia. Tentu saja perdebatan mengenai jenis, jangkauan dan implikasi-implikasi dari “sentralisasi” atau “kebangkitan Islam” belakangan ini masih melanjut; misalnya apakah ia bersifat politis atau kultural.
                  Perbedaan diantara sekolah-sekolah Islam di Indonesia dewasa ini. Kelompok pertama adalah sekolah Islam yang meniru model sekolah negeri yang berada di bawah pengawasan departemen pendidikan dan kebudayaan. Seperti sekolah negeri lainnya, sekolah Islam terdiri dari pendidikan dasar enam tahun, pendidikan menengah tiga tahun, kemudian di ikuti dengan pendidikan menengah umum tiga tahun.
                  Salah satu yang mncolok dewasa ini dalam fenomena “sentralisasi” masyarakat muslim Indonesia adalah munculnya sekolah-sekolah elite muslim yang dikenal sebagai “sekolah Islam”.”Sekolah Islam “ atau “sekolah unggulan” tersebut atau “sekolah model (Islam)” yang sangat khas, dapat dikatan sebagai “sekolah elite” Islam karena sejumlah alasan.
BAB IX (halaman 83 s/d 94)
Pola Kajian Kependidikan Islam di Indonesia
                  Kajian kependidikan Islam nampaknya merupakan bidang yang belum tergarap secara serius dalam studi Islam secara keseluruhan. Bahkan, lebih memprihatinkan lagi, kajian kependidikan Islam dalam konteks Indonesia lebih ketinggalan. Memandang perkembangan muktakhir dalam dunia kependidikn umunya, maka kajian-kajian metodologis kependidikan Islam menurut penulis belum memadai. Dengan kata lain kita masih memerlukan dan menunggu munculnya kajian-kajian lain, yang dapat melengkapi apa-apa yang telah diungkapkan dari beberapa tokoh pendidikan.
BAB X (halaman 95 s/d 109)
Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan
                  Modernisasi paling awal dari sistem pendidikan Indonesia, harus di akui, tidak bersumber dari kalangan kaum muslimin sendiri. Sistem pendidikan modern pertama kali, yang pada gilirannya mempengaruhi sistem pendidikan Islam. Respon pesantren terhadap modernisasi pendidikan Islam dan perubahan-perubahan sosial ekonomi yang berlangsung dalam masyarakat Indonesia sejak awal abad ini mencakup, pertama; pembaharuan subtansi atau isi pendidikan pesantren dengan memasukkan subyek-subyek umum dan vocation, kedua, pembaharuan metodologi, seperti sistem kalsikal, penjejangan; ketiga, pembaharuan kelembagaan, seperti kepemimpnan pesantren, diverifikasi lembaga pendidikan; dan keempat, pembaharuan fungsi, dan fungsi kependidikan untuk juga mencakup fungsi sosial-ekonomi.
                  Dunia pesantren adalah dunia tradisonal Islam, yakni dunia yang mewarisi dan memelihara kontinuitas tradisi Islam yang dikembangkan ulama’ dari masa ke masa tidak terbatas pada periode tertentu dalam sejarah Islam.
BAB XI (halaman 111 s/d 116)
Kitab Kuning: Tradisi dan Epistimologi Keilmuan Islam Indonesia
            Kitab kuning (KK) pada umumnya di pahami sebagai kitab kitab-kitab keagamaan berbahasa arab, menggunakan aksara arab, yang dihasilkan oleh para ulama’ dan pemikir muslim lainnya di masa lampau khususnya berasal dari timur tengah. Epistimologi secara sederhana dapat kita artikan sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Dalam konteks KK, pembahasan mengenai semua hal ini sangat kompleks dan rumit. Titik esensi dan sumber pokok dari diskursus KK sebagai literatur keagamaan Islam tak bisa tidak adalah wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad sehingga terwujud Al-quran. Esensi ini juga dilengkapi dengan AS-Sunnah dan Al-Hadits.
BAB XII (halaman 117 s/d 122)
Surau: Gambaran Awal
            Banyak tokoh dan daerah yang mengartikan “surau” . di Indonesia, surau seperti juga masjid pada umumnya dikelola oleh masyarakat, baik dari segi dana pembangunan dan pengembangannya. Sedangkan dimalaysia, dikelola kerajaan melalui majelis ugama dan isti’adat melayu. Dan untuk tujuan administratif, di malaysia di adakan pembeda antara surau besar dan kecil.
            Fungsi surau tidak berubah setelah kedatangan Islam, hanya saja fungsi keagamaanya semakin penting. Pada awalnya surau sebagai tempat setiap anak atau remaja memperoleh pengetahuan dasar keagamaan. Surau sebagai lembaga pendidikan Islam.
BAB XIII (halaman 123 s/d 148)
Surau di Tengah Krisis: Pesantren dalam Persepektif Minangkabau
            Istilah “pesantren”  sebagai lembaga pendidikan Islam yang khas, setidak-tidaknya baru memasyarakat dan digunakan oleh sejumlah pendidikan Islam di Sumatra Barat dalam beberapa desawarsa terakhir. Surau di maksudkan berfungsi sebagai tempat bertemu, berkumpul, berapat dan tempat tidur bagi anak laki-laki yang telah akil baligh dan orang tua ynag telah uzur.
            Kehadiran surau sebagai sebuah lembaga pendidikan Islam semacam pesantren jelas berkaitan erat dengan perluasan fungsi surau dalam masyarakan Minangkabau.
            Sejak awal abad 20 masyarakat Islam Minangkabau berada dalam situasi yang semakin terjepit. Pada satu pihak ia mengahadapi tekanan-tekanan ekonomi dan politik yang semakin berat dari kolonial belanda, sedangkan dari pihak lain, ide-ide pembaharuan keagamaan dalam segenap aspeknay semakin gencar pula gaunnya.
BAB XIV (halaman 149 s/d 154)
Pendidikan Keagamaan: Pemberdayaan dan Peranserta Masyarakat
            Peranserta untuk  tidak menyebut prakarsa, masyarakat muslim Indonesia dalam pendidikan atau perguruan keagamaan sangat signifikan dan bahkan sangat dominan. Sepanjang sejarah pendidikan Islam dikawasan ini, masyarakat muslim dalam skala yang tetap besar bukan hanya berperanserta artinya ikut “nimbrung” tetapi bahkan mengambil posisi terepan dalam pendirian, pengembangan dan pemberdayaan pendidikan keagamaan.
            “peranserta” masyarakat dalam pemberdayaan pendidikan / perguruan Islam bukan tidak bisa dituntut lebih besar lagi. Secara garis besar peningkatan “peranserta” masyarakat dalam pemberdayaan itu dapat dikerangkakan secara sederhana dan dapat dipahami.
BAB XV (halaman 155 s/d 168)
Pembaharuan IAIN dan Pengembangan Intelektual Muslim
            IAIN merupakan perkembangan lebih lanjut dari Perguruan Tinggi Agama Islam Islam Negeri (PTAIN) di Jakarta, yang didirikan di Yogyakarta dan Akademik Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta, yang didirikan tanggal 1 juni 1957. dlihat dari segi usia ini, IAIN sebetulnya termasuk perguruan tinggi yang relatif cukup mapan di tanah air.
            Beberapa rekomendasi mengantarkan kita kepada perlunya pembaharuan sistem pendidikan IAIN. Kalau kita ingin menjadikan IAIN sebagai pusat pengembangan pemikiran pembaharuan Islam, maka pembaharuan sistem pendidikan IAIN menjadi keniscayaan. Tanpa keberanian melakukan perubahan, maka semuanya akan tinggal sekedar sebuah obsesi.
BAB XVI(halaman 169 s/d 174)
Studi-Studi Agama di Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
            Aspirasi umat Islam umumnya bagi pembentukan perguruan tinggi Islam secara umum didorong oleh setidaknya tiga tujuan; pertama, untuk melaksanakan pengkajian dan pengembangan ilmu-ilmu Islam pada tingkat yang lebih tinggi secara lebih sistematis dan terarah; kedua, untuk melakukan pengemabangan dan peningkatan dakwah Islam, sehingga Islam dipahami dan dilaksankan secara lebih baik oleh mahasiswa dan kaum muslimin pada umumnya; dan ketiga, untuk melakukan reproduksi dan kaderisasi ulama dan fungsionaris keagamaan lainnya, baik pada birokrasi negara, seperti Departeman Agama, maupun lembaga-lembaga sosial, dakwah dan pendidikan Islam swasta.
BAB XVII(halaman 175 s/d 185)
“Sejarah Kebudayaan Islam”
Pemikiran Dasar Tentang Pembaharuan Pengajaran Sejarah
pada Fakultas ADAB
Dalam bab ini banyak pengertian sejarah-sejarah yang di kemukakan oleh para sejarawan, yang mana juga di jelaskan cara- cara mengajarkan sekaligus metode yang tepat untuk pengajaran sejarah itu sendiri.
BAB XVIII(halaman 187 s/d 198)
Studi Islam di Barat dan di Timur Tengah: Pengamatan Selintas
            Studi Islam di barat, tidak diragukan lagi, merupakan bidang kajian tersendiri yang cukup kompleks. Studi Islam di barat merupakan bagian integral dari arus intelektual lebih luasn di barat; bahkan pada masa awal menjadi bagian yang tak terlepas daria arus politik di barat, yang selanjutnya memunculkan apa yang di sebut “orientalisme”. Sebagian besar dari arus intelektual itu, setiap pembicaran dan kajian tentang Islam di barat jelas banyak di pegaruhi perkembangan intelektualisme “saintifik” sebagai hasil dari perkembangan dunia keilmuan secara keseluruhan.
            Corak kajian Islam, baik dengan pendekatan barat maupun timur tengah, adalah bagian yang absah dari diskursua intelektualisme Islam di Dunia Muslim. Kedua corak ini seharusnya tidaklah dipertentangkan kerena itu hanya akan counter-productive meliankan harus dipandang sebagai komplekmenter satu sama lain. Bahkan kedua pendekatan ini, sebaikanya, dipadukan atau di harmoniskan sedemikan rupa untuk mendinamisasi pemikiran Islam di tanah air.
BAB XIX(199 s/d 208)
Studi Islam di Indonesia, Mesir, dan Amerika: Kajian Perbandingan
            Di antara ketiga kawasan diperbandingkan, Indonesia jelas mempunyai tradisi studi Islam tingkat tinggi paling muda. Ketiga kawasan ini mempunyai tradisi yang berbeda, dari perbedaan tersebut bagaimna kita akan memprsatukannya. Kajian Islam ketiga kawasan mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Memadukan ketiga tradisi studi Islam itu, merupakan upaya berat tetapi amat baik untuk menciptakan pakar-pakar muslim yang benar-benar mumpuni dalam melihat, memahami dan menjelaskan Islam dengan berbagai aspeknya guna menjawab kebutuhan dunia modern.
“SEMOGA BERMANFAAT”
e

No comments: