Wednesday, November 10, 2010

MEMAHAMI HADIS SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKTUAL SERTA KETENTUAN DALAM MEMAHAMI HADITS


MEMAHAMI HADIS SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKTUAL SERTA KETENTUAN DALAM MEMAHAMI HADITS

Selengkapnya Click DISINI

A.     Memahami Hadis Secara Tekstual Dan Kontekstual

Pemahaman hadits secara tekstual dilakukan bila hadits yang bersangkutan, setelah dihubungkan dengan segi-segi yang berkaitan dengannya, misalnya latar belakang terjadinya, tetap menuntut pemahaman sesuai dengan apa yang tertulis dalam teks hadits yang bersangkutan sehingga pemahamannya secara kontekstual dilakukan bila dibalik teks suatu hadits, ada petunjuk kuat yang mengharuskan untuk dipahami tidak sebagaimana maknanya yang tersurat (tekstual).
Contoh, berdasarkan hadits Nabi tentang usus orang mukmin yang kafir. Yang artinya: “orang yang beriman itu makan dengan satu usus (perut), sedangkan orang kafir makan dengan tujuh usus.”
Secara tekstual hadits tersebut menjelaskan bahwa usus orang beriman berbeda dengan orang kafir. Padahal dalam kenyatannya yang lazim perbedaan anatomi tubuh manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman seseorang. Dengan demikian pernyataan hadits itu merupakan ungkapan simbolik. Itu berarti hadits di atas harus dipahami secara kontekstual.
Ada pula hadits Nabi yang pemahamannya hanya bisa dipahami secara kontekstual, sedangkan kalau dipahami secara tekstual dirasa kurang tepat dalam pemaknaannya. Misalkan seperti hadits Nabi yang menyatakan setan dibelenggu pada bulan Ramadhan. Yang artinya: “Apabila bulan Ramadhan datang, maka pintu-pintu surga terbuka dan pintu-pintu neraka terkunci dan para setan dibelenggu.”
Pemahaman secara tekstual terhadap hadits di atas menyatakan bahwa karena bulan Ramadhan hal di atas terjadi. Pemahaman itu menonjolkan keutamaan bulan Ramadhan saja, tanpa menyetarakan berbagai amal yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang beriman pada bulan Ramadhan tersebut.
Dalam kenyataan masyarakat secara tekstual sulit dijawab, sebab pada kenyataannya pada bulan Ramadhan masih ada juga yang melakukan perbuatan pencurian, perzinaan dan lain sebagainya. Sekiranya kata-kata dibelenggu dalam hadits tersebut diartikan secara fisik dan penyebab dibelenggunya semua setan itu adalah bulan Ramadhan, niscaya tidak ada orang yang berbuat maksiat. Pada kenyataannya di bulan Ramadhan masih banyak orang yang melakukan maksiat.

B.    Beberapa Petunjuk dan Ketentuan Umum Untuk Memahami Hadis

1.      Memahami Hadis Sesuai Petunjuk Al-Qur’an
Untuk dapat memahami hadis dengan pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan, pemalsuan, dan penafsiran yang buruk maka haruslah kita memahaminya sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an, yaitu, dalam kerangka bimbingan Ilahi yang pasti benarnya dan tak diragukan keadilannya.
Jelaslah bahwa Al-Qur’an adalah “ruh” dari eksistensi islam, dan merupakan asas bangunannya. Ia merupakan konstitusi dasar yang paling pertama dan utama, yang kepadanya bermuara segala perundang-undangan islam.
Sedangkan hadis adalah penjelasan terinci tentang isi konstitusi tersebut, baik dalam hal-hal yang bersifat teoretis ataupun penerapannya secara praktis.

2.      Menghimpun Hadis-Hadis Yang Terjalin Dalam Tema Yang Sama
Untuk berhasil memahami As-Sunnah atau hadis secara benar, kita harus menghimpun semua hadis sahih yang berkaitan dengan suatu tema tertentu kemudian mengembalikan kandungannya untuk mutasyabih kepada yang muhkam, mengaitkan untuk muthlaq dengan yang muqayyah dan menafsirkan yang ‘am dengan yang khash. Dengan cara itu dapatlah dimengerti maksudnya dengan jelas dan tidak dipertentangkan antara hadits yang satu dengan yang lainnya.

3.      Penggabungan Atau Pentarjihan Antara Hadis-Hadis Yang (Tampaknya) Bertentangan
Pada dasarnya, nash-nash syariat tidak mungkin saling bertentangan. Sebab, kebenaran tidak akan bertentangan dengan kebenaran. Karena itu, apabila diandaikan juga adanya pertentangan, maka hal itu hanya dalam tampak luarnya saja, bukan dalam kenyataan yang hakiki.
Apabila penghilangan itu dapat dihapus dengan cara menggabungkan atau menyesuaikan antara kedua nash, tanpa harus memaksakan atau mengada-ada, sehingga kedua-duanya dapat diamalkan, maka yang demikian itu lebih utama daripada harus mentarjihkan antara keduanya. Sebab, pentarjihan berarti mengabaikan salah satu dari keduanya sementara mengutamakan yang lain.

4.      Memahami Hadis Dengan Mempertimbangkan Latar Belakangnya, Situasi Dan Kondisinya Ketika Diucapkan, Serta Tujuannya
Memahami hadis dengan memperhatikan sebab-sebab khusus yang melatarbelakangi diucapkannya suatu hadis, atau kaitannya dengan suatu 'illah (alasan, sebab) tertentu yang dinyatakan dalam hadis tersebut atau disimpulkan darinya, ataupun dapat dipahami dari kejadian yang menyertainya.
Siapa saja yang mau meneliti dengan seksama, pasti akan melihat bahwa diantara hadits-hadits, ada yang diucapkan berkaitan dengan kondisi temporer khusus, demi suatu mastahat yang diharapkan atau mudarat yang hendak dicegah, atau mengatasi suatu problem yang timbul pada waktu itu.

5.      Membedakan Antara Sarana Yang Berubah-Ubah Dan Sarana Yang Tetap
Diantara penyebab kekacauan dan kekeliruan dalam memahami hadis, ialah bahwa sebagian orang mencampuradukkan antara tujuan atau sasaran yang hendak dicapai oleh As-Sunnah dengan prasarana temporer atau lokal yang kadangkala menunjang pencapaian sasaran yang dituju. Mereka memusatkan diri pada pelbagai prasarana ini, seolah-olah hal itu memang merupakan tujuan yang sebenarnya. Padahal, siapa saja yang benar-benar berusaha memahami hadis secara rahasia-rahasia yang dikandungnya, akan tampak baginya bahwa yang penting adalah apa yang menjadi tujuannya yang hakiki. Itulah yang dan abadi. Sedangkan yang berupa prasarana, adakalanya berubah dengan adanya perubahan lingkungan, zaman, adat kebiasaan, dan sebagainya.

6.      Membedakan Antara Ungkapan Yang Bermakna Sebenarnya Dan Yang Bersifat Majas
Ungkapan dalam bentuk majas (kiasan, metafora) banyak sekali digunakan dalam bahasa Arab. Dalam ilmu-ilmu balaghah (retorika) dinyatakan bahwa ungkapan dalam bentuk majas, lebih terkesan dari pada ungkapan dalam bentuk biasa. Sedangkan Rasullulah SAW adalah seorang berbahasa Arab yang paling menguasai balaghah. Maka tak mengherankan apabila dalam hadits-haditsnya beliau banyak menggunakan majas, yang mengungkap maksud beliau dengan cara sangat mengesankan.

7.      Membedakan Alam Gaib Dan Alam Kasatmata
Diantara As Sunnah, adalah hal-hal yang berkaitan dengan alam gaib, yang sebagiannya menyangkut makhluk-makhluk yang tidak dapat dilihat di alam kita ini. Misalnya, malaikat yang diciptakan oleh Allah SWT untuk melakukan berbagai macam tugas tertentu. “... Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tulianmu melainkan Dia sendiri... “ (Al-Muddatstsir:31).

8.      Memastikan Makna Dan Konotasi Dalam Hadits
Sangat penting sekali, untuk dapat memahami As Sunnah atau hadits dengan sebaik-baiknya, memastikan makna dan konotasi kata-kata yang digunakan dalam hadits. Sebab, konotasi kata-kata tertentu adakalanya berubah dari suatu masa ke masa lainnya, dan dari suatu lingkungan ke lingkungan lainnya.

No comments: