Thursday, October 28, 2010

Prof. Dr. Mr. Hazairin, SH.

Prof. Dr. Mr. Hazairin, SH.
Selengkapnya Click DISINI

1.    Riwayat Hidup
Hazairin di lahirkan ditengah-tengah keluarga yang sangat agamis. Ia lahir pada tanggal 28 November 1906 di Bukit Tinggi dan merupakan putera tunggal dari pasangan Zakaria Bahri dengan Aminah. Ayah hazairin adalah seorang Guru yang berasal dari Bengkulu. Sedangkan ibunya berdarah Minang. Kakeknya, Ahmad Bakar adalah seoreang Muballigh terkenal dimasa itu. Dari ayah dan datuknya tersebut Hazairin mendapat dasar pelajaran ilmu agama dan bahasa Arab. Dalam perjalanan selanjutnya, pendidikan dari ayah dan kakeknya ini banyak membentuk watak dan karakternya.
Dari perkawinan orang tua Hazairin terdapat satu hal yang pasti, kedua masyarakat tersebut (Bengkulu dan Minang) adalah masyarakat yang fanatik terhadap islam. Islam merupakan agama yang senantiasa dipegang teguh sebagai sebuah keyakinan yang mendarah daging. Dari keluarga yang demikian itulah lahir Hazairin sebagai gambaran dari bentuk penyatuan dua budaya satu akidah.
Dalam hal pendidikan, Hazairin kecil mengawalinya bukan ditanah kelahirannya, melainkan di Bengkulu yang pada waktu itu bernama Hollands Inlandsche School (HIS) tamat tahun 1920. Setamat dari HIS kemudian melanjutkan pendidikannya ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang tamat tahun 1924. Usia Hazairin pada waktu itu 18 tahun dan tergolong muda untuk tamatan MULO. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya ke AMS (Algemene Middelbare School) di Bandung dan berhasil lulus pada tahun 1927. Selanjutnya atas inisiatifnya sendiri, beliau meninggalkan Bandung dan menuju Batavia untuk melanjutkan Studi di RSH (Rerchtkundige Hoogeschool) atau Sekolah Tinggi Hukum, jurusan Hukum Adat, pada masa itu jurusan ini banyak diminati orang, jurusan Hukum Adat juga telah melahirkan sejumlah nama besar seperti Mr. Muhammad Yamin, Mr. M. M. Djojodiguno, Mr. Kasman Singodimedjo, Mr. Mohammad Roem.
Selama delapan tahun Hazairin bekerja keras mendalami bidang Hukum Adat, ia berhasil meraih gelar Meester in de Rechten (MR) pada tahun 1935. selanjutnya ia mendapatkan tawaran untuk melakukan penelitian mengenai Hukum Adat Redjang (salah satu suku yang terdapat di Keresidenan Bengkulu, sekarang Provinsi Bengkulu), atas bimbingan B. Ter Haar seorang pakar Hukum Adat yang terkenal dimasa itu, ia melkukan penelitian sebagai syarat untuk meraih gelar Doktor dalam bidang Hukum Adat.
Dalam waktu tiga bulan ia berhasil menyelesaikan penelitiannya dan menjadi Disertasi Doktornya yang diberi judul De Redjang. Disertasi tersebut berhasil dipertahankan pada tanggal 29 Mei 1936. karya inilah yang mengahantarkannya sebagai pakar Hukum Adat dan satu-satunya Doktor pribumi lulusan Sekolah Tinggi Hukum Batavia.
Setelah ia menyelesaikan studinya, ia melanjutkan kariernya dibeberapa instansi. Pada tahun 1938 – 1942 ia diangkat oleh pemerintah Belanda sebagi pegawai di Pengadilan Negeri Padang Sidempuan Sumatera Utara sekaligus sebagai Pegawai Penyidik Hukum Adat Tapanuli Selatan dan Karesidenan Tapanuli. Sebelumnya aia bertugas sebagai Asisten Dosen pada Sekolah Tinggi Hukum Batavia pada tahun 1935 – 1938.
Pada masa pemerintahan Jepang ia diangkat sebagai Penasehat Hukum pada penguasa Jepang pada tahun 1942 – 1945. Setelah Indonesia merdeka ia menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Tapanuli Selatan, merangkap Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI), anggota pemerintahan Tapanuli, Asisten Residen, dan Kepala Luhak pada tahun 1945 – 1946. Pada tahun 1946 – 1950 ia dipromosikan sebagai Residen Bengkulu, merangkap Wakil Gubernur Militer Sumatera Selatan. Selanjutnya ia ditarik ke Jakarta untuk menjabat Kepala Bagian Hukum Sipil/Perdata pada kementrian Kehakiman pada tahun 1953.
Ia juga sempat memimpin PIR (partai Indonesia Raya) pada tahun 1948, kemudian dipercaya memangku jabatan Menteri Dalam Negeri (Agustus 1953 – 18 November 1954) dalam Kabinet Alisastroamidjojo.
Kira-kira kurun waktu tahun 1950-an ia dengan berbagai kondisi yang melatarbelakanginya ia mengabdikan diri untuk pengembanagn dunia ilmu pengetahuan. Dia menjadi Gurus Besar Hukum Adat sekaligus Hukum Islam di Universitas Indonesia (UI) pada tanggal 9 Desember 1950. Pidato Pengukuhan Guru Besarnya berjudul Kesusilaan dan Hukum. Pada tahun 1950-an, ia mendirikan Yayasan Wakaf Perguruan Tinggi Islan Jakarta yang kemudian diubah namanya menjadi Yayasan Universitas Islam Jakarta. Oleh UID  Hazairin dipercaya sebagai ketua Yayasan sekaligus Rektornya. Jabatan ini merupakan jabatan terakhir sebelaum beliau meninggal. Selain menjadi Guru Besar di UI, ia juga seorang Dewan Kurator IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Syarif Hidayatullah sekarang) dari tahun 1960 hingga wafanya. Ia juga menjadi Guru Besar di Universitas Islam Jakarta (UID/UIJ), Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM), dan Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

2.    Pola Pemahaman Terhadap la-Quran dan Hadits
Abu Bakar (1989: XI-XIX) menyebut Hazairin sebagai orang yang menafsirkan al-Qur’an secara al-Hamml, yaitu menafsirkan al-Qur’an berangkat dari keyakinannya terlebih dahulu terhadap suatu permasalahan, tentunya setelah mengadakan pengamatan yang mendalam terhadap persoalan tersebut.
Pola pemahaman Hazairin terhadap al-Qur’an dan Hadist, khususnya dalam persoalan kewarisan berangkat dari penemuannya bahwa sistem masyarakat yang baik adalah bilateral, sistem yang tidak berat sebelah dalam menghubungkan garis keturunan. Sistem bilateral juga dipandang tidak diskriminatif terhadap jenis kelamin, laki-laki dan perempuan sama-sama berperan memberikan keturuna pada kaluarga, sehingga menganggap yang satu lebih unggul dari yang lainnya adaalah hal yang tidak memenuhi prinsip keadilan.
Keteguhan Hazairin untuk menjadikan al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama hukum islam di ungkapkan oleh Bismar Siregar:

“ Dengan cara dan ciri khas yang tidak atau jarang dimiliki oleh orang lain dilingkungan Guru Besar beliau mengungkapkan dalil-dalil pandangan demikian pula dasar-dasar penarikan garis besar hukum yang selalu dikembalikan kepada dua sumber utama hukum yakani al-Qur’an dan Hadits tetapi dengan selalu mengembangkan ijtihad dan membasmi ke-taqlidan penyebab kebekuan dan kepudaran islam sebagai agama yang sesungguhnya membawa kedamaian hidup antar manusia.melaui ijtihad inilah beliau ingin membina dan mengembangkan suatu Madzhab khusus disebut Madzhab Indonesia yang berkesesuaian dengan kepribadian bangsa.” (1981:4)

Hukum islam adalah hukum yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits. Hazairin sebagai bagian dari masyarakat Indonesia selalu berusaha menampilkan islam dengan wajah Indonesia, usaha tersebut salah satunya dengan menggali hukum dari Quran dan Hadits dengan tetap mempertimbangkan berbagai adat dan kepribadian bangsa indonesia. Al-qur’an dan Hadits bersifat universal, maka hukum yang ada didalamnya menjadi standart universal pula, dan mampu tampil sebagai way of life bagi berbagai bangsa.

3.    Pemikiran Hazairin Terhadap Hukum Islam
Hazairin adalah seorang tokoh yang getol memperjuangkan pelaksanaan hukum islam di Indonesia. Kia mengatakan bahwa bangsa indonesia akan bahagia apabila hukum yang diterapkan di Indonesia adalah syari’at agama, atau sekurang-kurangnya yang tidak bertentangan dengan syari’at agama.
Dalam pandangan Hazairin, taqlid (mengikut) adalah penyebab utama kebekuan pemikiran fiqih. Sebab menurut Hazairin, kebekuan pemikiran fiqih bukan hanya disebabkan oleh karena hukum diproduksi oleh para teoritisi hukum di ”belakang meja”, bukan oleh para praktisi hukum dilapangan, sehingga kurang dapat merasakan keberagaman tatanan masyarakat yang ada. Akibatnya, antara ilmu fiqih dan kemajuan teknologi tak seimbang. Lebih parah lagi jika para ulama memandang kitab-kitab fiqih begitu suci dan sakral yang resistan terhadap segala bentuk perubahan. Sehingga terkesan kitab-kitab fiqih karangan ulama abad pertengahan tersebut lebih sakral daripada al-Qur’an itu sendiri.
Anggapan ke-resistenan hukum islam terhadap perubahan seolah sengaja menambahkan rukun iman, yaitu beriman kepada ulama-ulama masa lalu. Menurut Hazairin, hanya dengan menghilangkan taklid dan menggantikannnya dengan kebebasan ijtihad kita dapat dengan sempurna mem;pertautkan hukum adat dengan kehendak Ilahi, dengan syarat umat islam tidak menjadikan semua penjuru yang ada sama dengan masyarakat Arab.
Di Abad XX, dalam pandangan Hazairin orang tidak perlu lagi mendewa-dewakan manusia. Oleh karena itu ulama orang awam tidak perlu menganggap para mujtahid zaman dahulu sebagai dewa yang tidak mungkin mengalami kesalahan analisa. Output yang dihasilkan ulama abad pertengahan dinilai sebagai penemuan yang luar biasa di zamannya, dan tentunya sesuai dengan keadaan masyarakat waktu itu. Artinya kitab-kitab fikih yang dihasilkan ulama klasik tersebut bersifat partikularistik dan lokal, sedangkan al-Qur’an bersifat Global. Dengan anggapan ini, Hazairin berharap, agar kelak dari instansi-instansi yang ada di Indonesia dapat melahirkan mujtahid-mujtahid yang relevan dengan zamannya dan konteks masyarakat yang ada. Sebab Tuhan tidak mungkin menurunkan mujtahid dari langit yang bukan saja menguasai ilmu agama, tetapi mahir juga dalam kemasyarakatan seperti sosiologi dan antropologi.

4.    Sumbangan Hazairin terhadap Khazanah Ilmu Pengetahuan Islam
Beliau adalah seorang tokoh hukum yang produktif, usia tua baginya bukan penghalang untuk tetap berkarya. Setahun sebalum ia meninggal, beliau masih mampu menghasilkan karya yang terakhir Tinjauan Mengenai Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.
Berikut sumbangan beliau dalam Khazanah keilmuan islam umumnya dan indonesia khususnya:
a.    Dalam Hukum Adat
-         Pergolakan Penyesuaian Adat Kepada Hukum Islam (1952)
-         Tujuh Serangkai Tentang Hukum (1981)
b.    Hukum Kewarisan
-         Hukum Kewarisan Bilateral menurut al-Qur’an dan Hadits (1982)
-         Hendak Kemana Hukum Islam (1976)
-         Perdebatan dalam Seminar Hukum tentang Faraidhh (1963)
c.     Hukum Perkawinan
-         Hukum Kekeluargaan Nasional
-         Tinjauan Mengenai Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974.
d.    Hukum Pidana islam
-         Hukum Pidana Islam Ditinjau dari Segi-segi, dan Asas-asas Tata Hukum Nasional; Demokrasi Pancasila (1970)
-         Negara Tanpa Penjara (1981)
e.    Lain-lain
-         Hukum Baru di Indonesia (1973)
-         Ilmu Pengetahuan Islam dan Masyarakat (1973)
-         Demokrasi pancasila (1981)

Daftar Pustaka
Abu Bakar, Al-Yasa, 1989, ”Ahli Waris Sepertalian: Kajian Perbandingan terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fiqih Mazhab.” disertasi, Fak. Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Harjono, A., dkk, 1976, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, in Memorian Prof. Mr. Dr. Hazairin, UI Press, Jakarta.
Hazairin, 1950, Hukum Baru di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta.
_______, 1951, Hukum Islam dan Masjarakat, Bulan Bintang, Jakarta.
_______, Hendak Kemana Hukum Islam, Tinta Mas, Jakarta.
_______, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, Bina Askara, Jakarta.
_______, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur’an dan Hadits, Tinta Mas, Jakarta.
Siregar, B., 1980, Pembaruan Hukum di Indonesia, In Memoriam Prof. Dr. Hazairin, UI Press, Cet. 3, Jakarta.
www.tokohindonesia.com , Prof. Dr. Mr. Hazairin, SH.
www.wikimedia.com , Prof. Dr. Mr. Hazairin, SH.

No comments: