Friday, February 4, 2011

PROFESIONALISME GURU


PROFESIONALISME GURU

Selengkapnya Click DISINI

1. Tugas, Peran, Fungsi Guru.
  1. Tugas Guru.
Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih bagi kehidupan bangsa ditengah – tengah pelintasan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai yang cendrung memberi nuansa kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamik untuk dapat mengadaptasikan diri.
Guru memiliki tugas, baik yang terikat dengan dinas maupun diluar dinas, dalam bentuk pengabdian. Apabila kita kelompokkan ada tiga jenis tugas guru, yakni :(a).  Tugas dalam bidang Profesi, (b). Tugas kemanusian, (c). Tugas dalam bidang Kemasyarakatan.
  1. Tugas dalam bidang profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai – nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan – keterampilan pada siswa.
  2.  Tugas guru dalam bidang kemanusian di sekolah harus menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua, ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya.
  3. Tugas guru dalam bidang kemasyarakatan, masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju Indonesia seutuhnya yang berdasarkan pancasila. [1]
Dalam Undang – Undang Republik Indonesia  No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat 1 dan 2 dinyatakan bahwa :
1. Tenaga pendidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
2. Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta penelitian dan pengabdian pada masyrakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. [2]
Menurut Hamdani Bakran ADz-Dzakiey ada beberapa hal mendasari dari tugas dan tanggung jawab seorang guru, khususnya dalam proses pendidikan dan pelatihan pengembangan kesehatan ruhani (ketakwaan), antara lain :
a.            Sebelum melakukan proses pelatihan dan pendidikan, seorang guru harus benar – benar telah memahami kondisi mental, spiritual, dan moral, atau bakat, minat, maka proses aktivitas pendidikan akan dapat berjalan dengan baik.
b.                      Membangun dan mengembangkan motivasi anak didiknya secara terus – menerus tanpa ada rasa putus asa. Apabila motovasi ini selalu hidup, maka aktivitas pendidikan atau pelatihan dapat berjalan dengan dengan baik dan lancar.
c.                      Membimbing dan mengarahkan anak didiknya agar dapat senantisa berkeyakinan, berfikir, beremosi, bersikap dan berprilaku, positif yang berparadigma pada wahyu ketuhanan, sabda, dan keteladanan kenabian.
d.                      Memberikan pemahaman secara mendalam dan luas tentang materi pelajaran sebagai dasar pemahaman teortis yang objektif, sistematis, metodologis, dan argumentatif.
e.                      Memberikan keteladanan yang baik dan benar bagaimana cara berfikir, berkeyakinan, beremosi, bersikap, dan berprilaku yang benar, baik dan terpuji baik di hadapan Tuhannya maupun dilingkungan kehidupan sehari – hari.
f.                        Membimbing dan memberikan keteladanan bagaimana cara melaksanakan ibadah – ibadah vertical dengan baik dan benar, sehingga ibadah – ibadah itu akan mengantarkan kepada perubahan diri, pengenalan, dan perjumpaan dengan hakikat diri, pengenalan dan perjumpaan dengan Tuhannya serta menghasilkan kesehatan ruhaninya.
g.                      Menjaga, mengontrol, dan melindungi anak didik secara lahiriah maupun batiniah selama proses pendidikan dan pelatihan, agar terhindar dari berbagai macam gangunaan.
h.                      Menjelaskan secara bijak (hikmah) apa – apa yang ditanyakan oleh anak didiknya tentang persoalan – persoalan yang belum dipahaminya.
i.                        Menyediakan tempat dan waktu khusus bagi anak didik agar dapat menunjang kesuksesan proses pendidikan sebagaimana diharapkan.[3]
Sesengguhnya tugas guru dalam pedidikan sangatlah penting, seorang guru adalah kunci yang akan membukakan hakikat pengetahuan dan ilmu baik secara teoritis, praktis, maupun empiris.

B.     Peran dan Fungsi Guru.
         Guru memilki satu kesatuan peran dan fungsi yang tak terpisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih. Keempat kemampuan tersebut merupakan kemampuan integrativ, yang satu sama lain tak dapat dipisahkan dengan yang lain.[4]
         Secara terminologis akademis, pengertian mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih dapat dijelaskan dalam table berikut ini.
Tabel 1
Perbedaan antara Mendidik, Membimbing, Mengajar, Dan Melatih.
No.
Aspek
Mendidik
Membimbing
Mengajar
Melatih
1.
Isi
Moral dan kepribadian
Norma dan tata tertib
Bahan ajar berupa ilmu pengetahuan dan teknologi
Keterampilan atau kecakapan hidup (life skills)
2.
Proses
Memberikan motivasi untuk belajar dan mengikuti ketentuan atau tata tertib yang telah menjadi kesepakatan bersama
Menyampaikan atau mentransfer bahan ajar yang berupa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan menggunakan strategi dan metode mengajar yang sesuai dengan perbedaan siswa.

Memberikan contoh kepada siswa atau mempraktikkan keterampilan tertentu atau menerapkan konsep yang telah diberikan kepada siswa menjadi kecakapan yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari 
Menjadi contoh dan teladan dalam hal moral dan kepribadian.
3.
Strategi dan metode
Keteladanan, pembiasaan
Motivasai dan pembinaan
Ekspositori dan enkuiri
Praktek kerja, simulasi, dan magang.[5]
            Secara komprehensif sebenarnya guru harus memiliki keempat kemampuan tersebut secara utuh. Meskipun kemampuan mendidik harus lebih dominan dibandingkan dengan kemampuan yang lainnya.
         Dari sisi lain, guru sering dicitrakan memiliki peran ganda yang dikenal dengan EMASLIMDEF ( educator, manager, administrator, supervisor, leader, innovator, dinamisator, evaluator, dan fasilitator). EMASLIM lebih merupakan peran kepala sekolah. Akan tetapi, dalam skala mikro di kelas, peran itu juga harus dimiliki oleh para guru.
Educator merupakan peran yang utama dan terutama, khususnya untuk peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP). Peran ini lebih tampak sebagai teladan bagi peserta didik, sebagai role model, memberikan contoh dalam hal sikap dan perilaku, dan membentuk kepribadian peserta didik.
Sebagai manager, pendidik memiliki peran untuk menegakkan ketentuan dan tata tertib yang telah disepakati bersama di sekolah, memberikan arahan atau rambu-rambu ketentuan agar tata tertib di sekolah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh warga sekolah.
Sebagai administrator, guru memiliki peran untuk melaksanakan administrasi sekolah, seperti mengisi buku presensi siswa, buku daftar nilai, buku rapor, administrasi kurikulum, administrasi penilaian dan sebagainya. Bahkan secara administrative para guru juga sebaiknya memiliki rencana mengajar, program smester dan program tahunan, dan yang paling penting adalah menyampaikan rapor atau laporan pendidikan kepada orang tua siswa dan masyarakat.
Peran guru sebagai supervisor terkait dengan pemberian bimbingan dan pengawasan kepada peserta didik, memahami permasalahan yang dihadapi peserta didik, menemukan permasalahan yang terkait dengan proses pembelajaran, dan akhirnya memberikan jalan keluar pemecahan masalahnya.
Peran sebagai leader bagi guru lebih tepat dibandingkan dengan peran sebagai manager. Karena manager bersifat kaku dengan ketentuan yang ada. Dari aspek penegakan disiplin misalnya, guru lebih menekankan disiplin mati. Sementara itu, sebagai leader guru lebih memberikan kebebasan secara bertanggung jawab kepada peserta didik. Dengan demikian, disiplin yang telah ditegakkan oleh guru dari peran sebagai leader ini adalah disiplin hidup.
Dalam melaksanakan peran sebagai innovator, seorang guru harus memiliki kemauan belajar yang cukup tinggi untuk menambah pengetahuan dan keterampilannya sebagai guru. Tanpa adanya semangat belajar yang tinggi, mustahil bagi guru dapat menghasilkan inovasi-inovasi yang bermanfaat untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.
Adapun peran sebagai motivator terkait dengan peran sebagai educator dan supervisor. Untuk meningkatkan semangat dan gairah belajar yang tinggi, siswa perlu memiliki motivasi yang tinggi, baik motivasi dari dalam dirinya sendiri (intrisik) maupun dari luar (ekstrinsik), yang utamanya berasal dari gurunya sendiri.[6]
Dalam buku bertajuk Dinamika Sekolah dan Bilik Darjah, Kamaruddin Haji Husin (1993:8), memaparkan peran guru dalam berbagai aspek. Yaitu sebagai  (1). Pendidik , (2) Pengajar, (3) Fasilitator, (4) Pembimbing, (5) Pelayan, (6) Perancang, ( 7) Pengelola, (8) Inovator, dan (9) Penilai.[7]
Menurut kajian Pullias dan Young (1998), Manan (1990), serta Yelon And Weinstein (1997), dapat diidentifikasikan sedikitnya ada 19 peran guru, yakni guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing , pelatih, penasehat, pembaharu (innovator), model dan keteladanan, pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja rutin, pemindah kemah, pembawa ceritera, actor, emancipator, evaluator, pengawet dan kulminator.[8] 
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu perkembangan peserta didik untuk mencapai tujuan hidup secara optimal. Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam perkembangan senantiasa membutuhkan orang lain, sejak lahir, bahkan pada saat meninggal.
         Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak sekali factor yang mempengaruhi baik internal maupun eksternal.
            Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik. Umumnya pelaksanaan pembelajaraan mencangkup tiga hal yaitu :
  1. Pre Tes ( Tes Awal )
Pada umumnya pelaksanaan proses pembelajaraan dimulai dengan pre tes. Pre tes ini mempunyai banyak kegunaan dalam menjajaki proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu pre tes memegang peranan yang cukup penting dalam proses pembelajaran.
  1. Proses
Proses pembelajaran perlu dilakukan dengan tenang dan menyenangkan. Hal tersebut tentu saja menurut aktifitas dan kreatifitas guru dalam menciptakan lingkungan yang kondusif. Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik terlibat secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya.
Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dapat dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak – tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental maupun social dalam pembelajaran, disamping menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilakunya yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidak – tidaknya sebagaian besar (75%). Lebih lanjut proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabial masukan merata, menghasilkan output yang banyak dan bermutu tinggi, serta sesuai dengan kebutuhan, perkembangan masyarakat dan pembangunan.


  1. Post Tes
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran diakhiri dengan post tes. Sama halnya dengan pre tes, post tes juga memiliki banyak kegunaan, terutama dalam melihat proses pembelajaran. Fungsi post tes antara lain dapat dikemukakan sebagai berikut :
    1. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok.
    2. Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan – tujuan yang dapat dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan – tujuan yang belum dikuasainya.
    3. Untuk mengetahui peserta didik – peserta didik yang perlu remedial, dan peserta didik yang mengikuti pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam mengerjakan modul (kesulitan belajar).
4.      Sebagai bahan acuan untuk melakukan perubahan terhadap komponen modul dan proses pembelajaran yang telah dilakuakn baik terhadap perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi.[9]
Guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Dalam hal ini, guru harus kreatif, professional, dan menyenangkan, dengan memposisikan diri sebagai berikut :
1.      Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.
2.      Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi peserta didik.
3.      Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya.
4.      Memberikan sumbangan pemikiran pada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.
5.      Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.
6.      Membiasakan peserta didik untuk selalu berhubungan (silaturahmi) dengan orang lain secara wajar.
7.      Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.
8.      Mengembangkan kreativitas.
9.      Menjadi pembantu ketika diperlukan.[10]
Untuk mengembangkan tuntutan diatas, guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik.


[1] Moh. Uzer Usman,  Menjadi G uru Profesional,( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, Edisi Kedua, 2005) Cet. 17. hal, 7
[2] Undang-Undang Sisdiknas Th 2003, (Jogjakarta: Media Wacana, 2003) Bab XI Pasal 39 Ayat 1 & 2, hal, 28.
[3] Hamdan Bakran Adz-Dzakiey, Prophetic Intelelligence; Kecerdasan Kenabian ” Menumbuhkan Potensi Hakekat Insani Melalui Pengembangan Kesehatan Ruhani” (Jogjakarta :Islamika, 2004). hal,577-578
[4] Suparlan, Guru Sebagai Profesi,  ( Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006), hal 29.

[5]Suparlan, Menjadi Guru Efektif, ( Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2005), hal 26-27.
[6] Ibid, hal. 29
[7] Suparlan, Guru Sebagai Profesi,  ( Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2006), hal 37.
[8] E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan  (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005). Hal, 37
[9] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik dan Implementasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal, 100-103.
[10] E. Mulyasa, Menjadi Guru Professional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan  (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005). Hal, 36 

No comments: