Monday, January 17, 2011

ASURANSI

Selengkapnya Click DISINI


 A.     Ruang Lingkup  Asuransi Konvensional
Sejarah dan Perkembangan Asuransi
Asuransi merupakan suatu evolusi panjang dengan permulaan sederhana dan bukan suatu produk legislatif, serta merupakan bagian dari sejarah perdagangan dan pelayaran pada umumnya. Asuransi mulai dimanfaatkan oleh masyarakat pedagang di lembah Inggris, Mesopotamia, sekitar 4000 tahun SM. Namun pengaturannya pertama kali ditemukan dalam kitab Undang-Undang Hukum Hammurabi dari Babilonia sekitar 2100 SM.[1]
Dalam catatan sejarah dunia Barat, di kalangan bangsa Romawi muncul gagasan melakukan perjanjian asuransi laut pada abad 12, kemudian memencar di beberapa daerah Eropa pada abad 14. Pada tahun 1680 di London berdiri asuransi kebakaran sebagai akibat peristiwa kebakaran besar di London pada tahun 1966 yang melalap lebih dari 13.000 rumah dan kira-kira 100 gereja.
Pada abad 18 bermunculan perusahaan asuransi kebakaran di beberapa negara, seperti Prancis dan Belgia di Eropa. Kemudian di Amerika muncul pula pada abad 19 asuransi jiwa bagi awak kapal mulai dikenal, yang berarti pada mulanya asuransi jiwa meluas dan berkembang pada abad 20 hingga sekarang. Perusahaan asuransi laut dan kebakaran yang pertama kali muncul di Indonesia adalah Batavianche Zee and Brand Assurantie Maatshappij, didirikan pada tahun 1843. Pada tahun 1912 lahir perusahaan asuransi jiwa Bumi Putera sebagai usaha pribumi[2]

Pengertian Asuransi
a.      Secara bahasa
Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda “Assurantie” dan dalam hukum Belanda dipakai kata Verzekerring, kata ini kemudian disalin dalam bahasa Indonesia dengan kata “Pertanggungan”. Dari peristilahan Assurantie kemudian timbul istilah assuradeur bagi penanggung dan geassureerde bagi tertanggung. Dari istilah Verzekerring timbullah peristilahan Verzekerear bagi “penanggung” dan Verzekerde bagi “tertanggung”. Dalam bahasa Arab asuransi menggunakan kata ta’min, “penanggung” disebut dengan mu’ammin, dan “tertanggung” disebut dengan mu’ammin lahu sering juga disebut dengan musta’min[3]

b.      Secara istilah
b.1. Dari sudut pandang sosial
Asuransi adalah suatu alat sosial yang menggabungkan risiko-risiko individual ke dalam suatu kelompok dan menggunakan dana yang disumbangkan oleh anggota-anggota kelompok itu untuk membayar kerugian-kerugian[4]
b.2. Dari sudut pandang teknik
Asuransi adalah usaha untuk mengurangi ketidakpastian pada pihak-pihak tertentu yang dinamakan tertanggung melalui pengalihan risiko-risiko tertentu kepada pihak lain yang dinamakan penganggung yang berjanji untuk memberikan ganti rugi kepada tertanggung, meskipun sebagian atas kerugian finansial yang menimpanya[5]
b.3. Dari sudut pandang hukum
Dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang pasal 246 memberikan pengertian asuransi sebagai berikut : Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seseorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu[6]
Sedangkan menurut UU No. 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan[7]

Prinsip-prinsip Dasar Asuransi
Sebagaimana pengertian asuransi yang ditunjukkan dalam pasal 246 KUHP dan pasal 1 UU No. 2 Th. 1992 tentang perasuransian, maka usaha asuransi ditegakkan di atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Prinsiple of Insurable Interest
Bahwa, seseorang boleh mengansurasikan barang-barang apabila yang bersangkutan mempunyai kepentingan atas barang yang dipertanggungkan (Pasal 250 KUHP)
2.      Prinsiple of Utmost Good Faith
Penutupan asuransi baru sah, apabila penutupannya didasari itikad baik (pasal 251 KUHP)
3.      Prinsiple of Indemnity
Dasar penggantian kerugian dari penanggung kepada tertanggung setinggi-tingginya adalah sebesar kerugian yang sesungguhnya diderita tertanggung dalam arti tidak dibenarkan mencari keuntungan dari ganti rugi asuransi
4.      Prinsiple of Subrogatian
Apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar indemnity, maka si tertanggung tidak berhak lagi memperoleh penggantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggungjawab pula atas kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada penanggung yang telah memberikan ganti rugi dimaksud (pasal 284 KUHP)[8].
5.      Prinsiple of Proximate Cause
Adalah suatu sebab aktif, efisiensi yang mengakibatkan terjadinya suatu peristiwa secara berantai atau berurutan dan intervensi kekuatan lain, diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen
6.      Prinsiple of Contribution
Suatu prinsip di mana penanggung berhak mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama membayar ganti rugi kepada seseorang tertanggung, meskipun jumlah tanggungan masing-masing penanggung belum tentu sama besarnya[9]

Jenis-jenis Asuransi
Istilah perasuransian melingkupi kegiatan usaha yang bergerak di bidang usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Pasal 2 huruf (a) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 menentukan:
"Usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan premi asuransi memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang".

Sedanggkan dalam Pasal 2 huruf (b) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 menentukan:
"Usaha penunjang usaha asuransi adalah usaha yang menyelenggarakan jasa keperantaraan, penilaian kerugian asuransi, dan jasa aktuaria."

Dalam Pasal 3 huruf (a) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 usaha asuransi dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
Pertama. usaha asuransi kerugian yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.
Kedua, usaha asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan.
Ketiga, usaha reasuransi yang memberikan jasa asuransi ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan Asuransi Kerugian dan atau Perusahaan Asuransi Jiwa.
Dalam Pasal 3 huruf (b) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 usaha penunjang usaha asuransi dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu:
1.   Usaha pialang asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian asuransi dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung.
2.   Usaha pialang reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam menempatkan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti kerugian reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan Perusahaan Asuransi.
3.   Usaha penilai kerugian asuransi yang memberikan jasa penilaian terhadap kerugian pada obyek asuransi yang dipertanggungkan.
4.   Usaha konsultan aktuaria yang memberikan jasa konsultan aktuaria.
5.   Usaha agen asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama Penanggung.
Pengelompokan jenis usaha perasuransian dalam pasal 3 tersebut didasarkan pada pengertian bahwa perusahaan yang melakukan usaha asuransi adalah perusahaan yang menanggung risiko asuransi. Selain itu, di bidang perasuransian terdapat pula perusahaan-perusahaan yang kegiatan usahanya tidak menanggung risiko asuransi yang kegiatannya dikelompokkan sebagai usaha penunjang usaha asuransi. Walaupun demikian, sebagai sesama peneyediaan jasa di bidang perasuransian, perusahaan di bidang usaha asuransi dan penunjang usaha asuransi merupakan mitra usaha yang saling membutuhkan dan saling melengkapi, yang secara bersama-sama perlu memberikan kontribusi bagi kemajuan sektor perasuransian di Indonesia.[10]
Selain pengelompokan menurut jenis usahanya, usaha asuransi dapat pula dibagi berdasarkan sifat dari penyelenggaraan usahanya menjadi dua kelompok, yaitu:
a.    Usaha asuransi sosial adalah dalam rangka penyelenggaraan Program Asuransi Sosial yang bersifat wajib (compulsory) berdasarkan undang-undang dan memberikan perlindungan dasar untuk kepentingan masyarakat.
b.   Usaha asuransi komersial dalam rangka penyelenggaraan Program Asuransi Kerugian dan Asuransi Jiwa yang bersifat kesepakatan (voluntary) berdasarkan kontrak asuransi dengan tujuan memperoleh keuntungan (motif ekonomi).[11]
Dalam bentuk hukum usaha perasuransian, menurut ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 2 Tahun 1992, usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk: Perusahaan Perseroan (Persero); Koperasi; Perseroan Terbatas (PT); Usaha Besama (Mutual).
Namun, tanpa mengurangi ketentuan ayat (1) usaha konsultan aktuaria dan usaha agen asuransi dapat dilakukan oleh Perusahaan Perseorangan, ayat (2). Sedangkan mengenai bentuk Usaha Bersama diatur lebih lanjut dengan undang-undang, ayat (3). Mengingat undang-undang mengenai bentuk hukum Usaha Bersama belum ada, maka untuk sementara ketentuan mengenai bentuk hukum ini akan diatur dengan peraturan pemerintah.
Apabila badan hukum yang menjalankan usaha perasuransian itu berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan atau Perusahaan Perseroan (Persero) maka pendiriannya harus mengikuti ketentuan Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. Khusus badan hukum Perusahaan Perseroan (Persero) perlu mengikuti juga ketentuan Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero). Apabila badan hukum itu berbentuk Koperasi, pendiriannya harus mengikuti Undang-undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian.[12]
Setiap pihak yang melakukan usaha perasuransian wajib memperoleh izin dari Menteri Keuangan, kecuali bagi perusahaan yang menyelenggarakan  Program Asuransi Sosial (Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 1992). Khusus bagi Badan Milik Negara yang menyelenggarakan Program Asuransi Sosial, fungsi dan tugas sebagai penyelenggara program tersebut dituangkan dalam peraturan pemerintah. Hal ini berarti bahwa pemerintah memang menugaskan Badan Usaha Milik Negara yang bersangkutan untuk melaksanakan suatu Program Asuransi Sosial yang telah diputuskan untuk dilaksanakan oleh pemerintah. Dengan demikian, bagi Badan Usaha Milik Negara yang dimaksud tidak perlu memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan.
Untuk mendapatkan izin usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus dipenuhi persyaratan mengenai: Anggaran Dasar; Susunan Organisasi; Permodalan; Kepemilikan; Keahlian di bidang perasuransian; Kelayakan rencana kerja;
Hal-hal lain yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan usaha perasuransian secara sehat (pasal 9 ayat (2) Undang-undang No. 2 Tahun 1992)
Yang dimaksud dengan keahlian di bidang perasuransian dalam ketentuan ini mencakup antara lain keahlian di bidang aktuari, underwriting, manajemen risiko, penilaian kerugian asuransi, dan sebagainya yang sesuai dengan kegiatan usaha perasuransian yang dijelaskan.
Dalam hal terdapat kepemilikan pihak asing, maka untuk memperoleh izin usaha wajib dipenuhi persyaratan dalam ayat (2) serta ketentuan mengenai batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing (Pasal 9 ayat (3) Undang-undang No. 2 Tahun 1992). Dalam pengertian “batas kepemilikan dan kepengurusan pihak asing” termasuk pula pengertian tentang proses indonesianisasi. Dengan adanya ketentuan ini diharapkan perasuransian nasional semakin dapat bertumpu pada kekuatan sendiri.
Pemberian izin usaha perasuransian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama pemberian persetujuan prinsip, dan tahap kedua pemberian izin usaha. Tetapi pemberian prinsip bagi agen asuransi dan konsultan aktuaria tidak diperlukan. Pemberian prinsip berlaku untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal izin usaha ditetapkan, perusahaan perasuransian yang bersangkutan tidak berjalan kegiatan usahanya, maka izin usaha perasuransian dapat dicabut (Pasal 9-10 Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992).
Sementara dalam Bab III pasal 3 UU No. 2 Th. 1992, yang mana dalam pasal tersebut dikemukakan :
1.      Asuransi kerugian, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko atas kerugian, kehilangan manfaat dan tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti
2.      Asuransi jiwa, yaitu perjanjian asuransi yang memberikan jasa dalam pertanggungan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang dipertanggungkan
3.      Re-Asuransi, yaitu asuransi yang memberikan jasa dan pertanggungan ulang terhadap risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi kerugian dan atas perusahaan asuransi jiwa[13]
Dilihat dari segi kepemilikannya, dalam hal ini yang dilihat adalah siapa pemilik dari perusahaan asuransi tersebut, baik asuransi kerugian, asuransi jiwa ataupun Re-Asuransi.
1.      Asuransi Milik Pemerintah
Yaitu asuransi yang sahamnya dimiliki sebagian besar atau bahkan 100 persen oleh pemerintah Indonesia
2.      Asuransi Milik Swasta Nasional
Asuransi ini kepemilikan sahamnya sepenuhnya dimiliki oleh swasta nasional, sehingga siapa yang paling banyak memiliki saham, maka memiliki suara terbanyak dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) 
3.      Asuransi Milik Perusahaan Asing
Perusahaan asuransi jenis ini biasanya beroperasi di Indonesia hanyalah merupakan cabang dari negara lain dan jelas kepemilikannya dimiliki oleh 100 persen oleh pihak asing
4.      Asuransi Milik Campuran
Merupakan jenis asuransi yang sahamnya dimiliki campuran antara swasta nasional dengan pihak asing[14]
Ditinjau dari aspek tujuan dan sifat penyelenggaraannya, asuransi dibedakan menjadi dua, yaitu asuransi sosial (Social Insurance) dan asuransi khusus (Special Insurance). Asuransi sosial bertujuan untuk umum dan biasanya bentuknya usaha bersama (koperasi) yang berciri khas:
1.      Demokrasi dalam kepemilikan dan kepengurusan
2.      Tertanggung sekaligus penanggung
3.      Tidak ada modal
4.      Semua pemegang polis mempunyai hak yang sama pada sisi hasil usaha
5.      Menyediakan asuransi dengan biaya serendah mungkin dan seluas mungkin
Di Indonesia asuransi sosial untuk anggota masyarakat kebanyakan diselenggarakan oleh pemerintah, sehingga sering disebut asuransi wajib karena demi kepentingan umum
Asuransi khusus (Special Insurance) mempunyai tujuan mencari laba dan biasanya berbentuk perusahaan Perseroan, kepemilikannya oleh pemegang saham. Ciri asuransi khusus ini adalah:
1.      Kepemilikan dimiliki oleh pemilik saham atau modal
2.      Bertujuan mengejar laba
3.      Penanggung tidak sebagai tertanggung
4.      Menyelenggarakan harga polis yang tetap
5.      Adanya unsur penekanan pentingnya modal[15]
Sedangkan ditinjau dari hukum Islam asuransi dibagi menjadi dua, yaitu :
1.      Asuransi syari’ah, adalah asuransi di mana di dalam kegiatannya terhindar dari unsur yang diharamkan oleh Islam, baik itu garar, maisir, riba dan eksploitasi
Asuransi non syari’ah, adalah asuransi yang dalam kegiatannya masih mengandung empat unsur di atas.


[1] Syamsul Anwar, Sumber  Hukum dan Pengaturan Asuransi di Indonesia”, dalam Modul Asuransi Islam, (ttp, tp,  2002) hlm. 13.
[2] Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi,  (Yogyakarta: Ekonisia, 2003). hlm.100.
[3] Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial, (Bandung : Mizan, 1994) hlm. 205-206.
[4] Mehr dan Cammack, Manajemen Asuransi, alih bahasa A. Hasymi, (Jakarta: Balai Aksara, 1981), hlm. 2
[5] Syamsul Anwar, Asuransi Islam, (Yogjakarta: Fakultas Syari’ah, 2002)
[6] Ahmad Azhar Basyir, Takaful sebagai Alternatif Asuransi Islam,(Jurnal 'Ulumul Qur'an No.2 Vol VII, 1996) hlm. 15
[7] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 260
[8] C.S.T. Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia, cet. IV (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), hlm. 429
[9] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, hlm. 266.
[10] Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Islam Indonesia, cet. II, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm. 24
[11] Ibid., hlm. 25.
[12] Ibid., hlm. 26.
[13] C.S.T. Kansil, Pokok-Pokok Pengetahuan, hlm. 440
[14] Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan, hlm. 264
[15] Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, alih bahasa. Soeroyo, Nastangin, (Jakarta: Dana Bahkti Wakaf, 1995), IV: 281

No comments: