Prof. Dr. Mr. Hazairin, SH.
Selengkapnya Click DISINI
1.
Riwayat Hidup
Hazairin di lahirkan ditengah-tengah
keluarga yang sangat agamis. Ia lahir pada tanggal 28 November 1906 di Bukit
Tinggi dan merupakan putera tunggal dari pasangan Zakaria Bahri dengan Aminah.
Ayah hazairin adalah seorang Guru yang berasal dari Bengkulu. Sedangkan ibunya
berdarah Minang. Kakeknya, Ahmad Bakar adalah seoreang Muballigh terkenal
dimasa itu. Dari ayah dan datuknya tersebut Hazairin mendapat dasar pelajaran
ilmu agama dan bahasa Arab. Dalam perjalanan selanjutnya, pendidikan dari ayah
dan kakeknya ini banyak membentuk watak dan karakternya.
Dari
perkawinan orang tua Hazairin terdapat satu hal yang pasti, kedua masyarakat
tersebut (Bengkulu dan Minang) adalah masyarakat yang fanatik terhadap islam.
Islam merupakan agama yang senantiasa dipegang teguh sebagai sebuah keyakinan
yang mendarah daging. Dari keluarga yang demikian itulah lahir Hazairin sebagai
gambaran dari bentuk penyatuan dua budaya satu akidah.
Dalam hal
pendidikan, Hazairin kecil mengawalinya bukan ditanah kelahirannya, melainkan
di Bengkulu yang pada waktu itu bernama Hollands Inlandsche School (HIS)
tamat tahun 1920. Setamat dari HIS kemudian melanjutkan pendidikannya ke MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang tamat tahun 1924. Usia Hazairin
pada waktu itu 18 tahun dan tergolong muda untuk tamatan MULO. Kemudian ia
melanjutkan pendidikannya ke AMS (Algemene Middelbare School) di Bandung
dan berhasil lulus pada tahun 1927. Selanjutnya atas inisiatifnya sendiri,
beliau meninggalkan Bandung dan menuju Batavia untuk melanjutkan Studi di RSH (Rerchtkundige
Hoogeschool) atau Sekolah Tinggi Hukum, jurusan Hukum Adat, pada masa itu
jurusan ini banyak diminati orang, jurusan Hukum Adat juga telah melahirkan
sejumlah nama besar seperti Mr. Muhammad Yamin, Mr. M. M. Djojodiguno, Mr.
Kasman Singodimedjo, Mr. Mohammad Roem.
Selama
delapan tahun Hazairin bekerja keras mendalami bidang Hukum Adat, ia berhasil
meraih gelar Meester in de Rechten (MR) pada tahun 1935. selanjutnya ia
mendapatkan tawaran untuk melakukan penelitian mengenai Hukum Adat Redjang
(salah satu suku yang terdapat di Keresidenan Bengkulu, sekarang Provinsi
Bengkulu), atas bimbingan B. Ter Haar seorang pakar Hukum Adat yang terkenal
dimasa itu, ia melkukan penelitian sebagai syarat untuk meraih gelar Doktor
dalam bidang Hukum Adat.
Dalam
waktu tiga bulan ia berhasil menyelesaikan penelitiannya dan menjadi Disertasi
Doktornya yang diberi judul De Redjang. Disertasi tersebut berhasil
dipertahankan pada tanggal 29 Mei 1936. karya inilah yang mengahantarkannya
sebagai pakar Hukum Adat dan satu-satunya Doktor pribumi lulusan Sekolah Tinggi
Hukum Batavia.
Setelah ia
menyelesaikan studinya, ia melanjutkan kariernya dibeberapa instansi. Pada
tahun 1938 – 1942 ia diangkat oleh pemerintah Belanda sebagi pegawai di
Pengadilan Negeri Padang Sidempuan Sumatera Utara sekaligus sebagai Pegawai
Penyidik Hukum Adat Tapanuli Selatan dan Karesidenan Tapanuli. Sebelumnya aia
bertugas sebagai Asisten Dosen pada Sekolah Tinggi Hukum Batavia pada tahun 1935
– 1938.
Pada masa
pemerintahan Jepang ia diangkat sebagai Penasehat Hukum pada penguasa Jepang
pada tahun 1942 – 1945. Setelah Indonesia merdeka ia menjabat sebagai Ketua
Pengadilan Negeri Tapanuli Selatan, merangkap Ketua Komite Nasional Indonesia
(KNI), anggota pemerintahan Tapanuli, Asisten Residen, dan Kepala Luhak pada
tahun 1945 – 1946. Pada tahun 1946 – 1950 ia dipromosikan sebagai Residen
Bengkulu, merangkap Wakil Gubernur Militer Sumatera Selatan. Selanjutnya ia
ditarik ke Jakarta untuk menjabat Kepala Bagian Hukum Sipil/Perdata pada
kementrian Kehakiman pada tahun 1953.
Ia juga
sempat memimpin PIR (partai Indonesia Raya) pada tahun 1948, kemudian dipercaya
memangku jabatan Menteri Dalam Negeri (Agustus 1953 – 18 November 1954) dalam
Kabinet Alisastroamidjojo.
Kira-kira
kurun waktu tahun 1950-an ia dengan berbagai kondisi yang melatarbelakanginya
ia mengabdikan diri untuk pengembanagn dunia ilmu pengetahuan. Dia menjadi
Gurus Besar Hukum Adat sekaligus Hukum Islam di Universitas Indonesia (UI) pada
tanggal 9 Desember 1950. Pidato Pengukuhan Guru Besarnya berjudul Kesusilaan
dan Hukum. Pada tahun 1950-an, ia mendirikan Yayasan Wakaf Perguruan Tinggi
Islan Jakarta yang kemudian diubah namanya menjadi Yayasan Universitas Islam
Jakarta. Oleh UID Hazairin dipercaya
sebagai ketua Yayasan sekaligus Rektornya. Jabatan ini merupakan jabatan
terakhir sebelaum beliau meninggal. Selain menjadi Guru Besar di UI, ia juga
seorang Dewan Kurator IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Syarif Hidayatullah
sekarang) dari tahun 1960 hingga wafanya. Ia juga menjadi Guru Besar di
Universitas Islam Jakarta (UID/UIJ), Perguruan Tinggi Hukum Militer (PTHM), dan
Pendidikan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).
2. Pola
Pemahaman Terhadap la-Quran dan Hadits
Abu
Bakar (1989: XI-XIX) menyebut Hazairin sebagai orang yang menafsirkan al-Qur’an
secara al-Hamml, yaitu menafsirkan al-Qur’an berangkat dari
keyakinannya terlebih dahulu terhadap suatu permasalahan, tentunya setelah
mengadakan pengamatan yang mendalam terhadap persoalan tersebut.
Pola
pemahaman Hazairin terhadap al-Qur’an dan Hadist, khususnya dalam persoalan
kewarisan berangkat dari penemuannya bahwa sistem masyarakat yang baik adalah
bilateral, sistem yang tidak berat sebelah dalam menghubungkan garis keturunan.
Sistem bilateral juga dipandang tidak diskriminatif terhadap jenis kelamin,
laki-laki dan perempuan sama-sama berperan memberikan keturuna pada kaluarga,
sehingga menganggap yang satu lebih unggul dari yang lainnya adaalah hal yang
tidak memenuhi prinsip keadilan.
Keteguhan
Hazairin untuk menjadikan al-Qur’an dan Hadits sebagai sumber utama hukum islam
di ungkapkan oleh Bismar Siregar:
“
Dengan cara dan ciri khas yang tidak atau jarang dimiliki oleh orang lain
dilingkungan Guru Besar beliau mengungkapkan dalil-dalil pandangan demikian
pula dasar-dasar penarikan garis besar hukum yang selalu dikembalikan kepada
dua sumber utama hukum yakani al-Qur’an dan Hadits tetapi dengan selalu
mengembangkan ijtihad dan membasmi ke-taqlidan penyebab kebekuan dan kepudaran
islam sebagai agama yang sesungguhnya membawa kedamaian hidup antar
manusia.melaui ijtihad inilah beliau ingin membina dan mengembangkan suatu
Madzhab khusus disebut Madzhab Indonesia yang berkesesuaian dengan kepribadian
bangsa.” (1981:4)
Hukum
islam adalah hukum yang diambil dari al-Qur’an dan Hadits. Hazairin sebagai
bagian dari masyarakat Indonesia selalu berusaha menampilkan islam dengan wajah
Indonesia, usaha tersebut salah satunya dengan menggali hukum dari Quran dan
Hadits dengan tetap mempertimbangkan berbagai adat dan kepribadian bangsa
indonesia. Al-qur’an dan Hadits bersifat universal, maka hukum yang ada
didalamnya menjadi standart universal pula, dan mampu tampil sebagai way of
life bagi berbagai bangsa.
3. Pemikiran
Hazairin Terhadap Hukum Islam
Hazairin
adalah seorang tokoh yang getol memperjuangkan pelaksanaan hukum islam di
Indonesia. Kia mengatakan bahwa bangsa indonesia akan bahagia apabila hukum
yang diterapkan di Indonesia adalah syari’at agama, atau sekurang-kurangnya
yang tidak bertentangan dengan syari’at agama.
Dalam
pandangan Hazairin, taqlid (mengikut) adalah penyebab utama kebekuan
pemikiran fiqih. Sebab menurut Hazairin, kebekuan pemikiran fiqih bukan hanya
disebabkan oleh karena hukum diproduksi oleh para teoritisi hukum di ”belakang
meja”, bukan oleh para praktisi hukum dilapangan, sehingga kurang dapat
merasakan keberagaman tatanan masyarakat yang ada. Akibatnya, antara ilmu fiqih
dan kemajuan teknologi tak seimbang. Lebih parah lagi jika para ulama memandang
kitab-kitab fiqih begitu suci dan sakral yang resistan terhadap segala bentuk
perubahan. Sehingga terkesan kitab-kitab fiqih karangan ulama abad pertengahan
tersebut lebih sakral daripada al-Qur’an itu sendiri.
Anggapan
ke-resistenan hukum islam terhadap perubahan seolah sengaja menambahkan rukun
iman, yaitu beriman kepada ulama-ulama masa lalu. Menurut Hazairin, hanya
dengan menghilangkan taklid dan menggantikannnya dengan kebebasan ijtihad
kita dapat dengan sempurna mem;pertautkan hukum adat dengan kehendak Ilahi,
dengan syarat umat islam tidak menjadikan semua penjuru yang ada sama dengan
masyarakat Arab.
Di Abad
XX, dalam pandangan Hazairin orang tidak perlu lagi mendewa-dewakan manusia.
Oleh karena itu ulama orang awam tidak perlu menganggap para mujtahid
zaman dahulu sebagai dewa yang tidak mungkin mengalami kesalahan analisa. Output
yang dihasilkan ulama abad pertengahan dinilai sebagai penemuan yang luar
biasa di zamannya, dan tentunya sesuai dengan keadaan masyarakat waktu itu.
Artinya kitab-kitab fikih yang dihasilkan ulama klasik tersebut bersifat
partikularistik dan lokal, sedangkan al-Qur’an bersifat Global. Dengan anggapan
ini, Hazairin berharap, agar kelak dari instansi-instansi yang ada di Indonesia
dapat melahirkan mujtahid-mujtahid yang relevan dengan zamannya dan
konteks masyarakat yang ada. Sebab Tuhan tidak mungkin menurunkan mujtahid
dari langit yang bukan saja menguasai ilmu agama, tetapi mahir juga dalam
kemasyarakatan seperti sosiologi dan antropologi.
4. Sumbangan
Hazairin terhadap Khazanah Ilmu Pengetahuan Islam
Beliau adalah
seorang tokoh hukum yang produktif, usia tua baginya bukan penghalang untuk
tetap berkarya. Setahun sebalum ia meninggal, beliau masih mampu menghasilkan
karya yang terakhir Tinjauan Mengenai Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun
1974.
Berikut
sumbangan beliau dalam Khazanah keilmuan islam umumnya dan indonesia khususnya:
a. Dalam
Hukum Adat
-
Pergolakan Penyesuaian Adat Kepada Hukum Islam
(1952)
-
Tujuh Serangkai Tentang Hukum (1981)
b. Hukum
Kewarisan
-
Hukum Kewarisan Bilateral menurut al-Qur’an dan
Hadits (1982)
-
Hendak Kemana Hukum Islam (1976)
-
Perdebatan dalam Seminar Hukum tentang Faraidhh
(1963)
c. Hukum
Perkawinan
-
Hukum Kekeluargaan Nasional
-
Tinjauan Mengenai Undang-undang Perkawinan Nomor
1 tahun 1974.
d. Hukum
Pidana islam
-
Hukum Pidana Islam Ditinjau dari Segi-segi, dan
Asas-asas Tata Hukum Nasional; Demokrasi Pancasila (1970)
-
Negara Tanpa Penjara (1981)
e. Lain-lain
-
Hukum Baru di Indonesia (1973)
-
Ilmu Pengetahuan Islam dan Masyarakat (1973)
-
Demokrasi pancasila (1981)
Daftar Pustaka
Abu Bakar, Al-Yasa, 1989, ”Ahli Waris Sepertalian:
Kajian Perbandingan terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fiqih Mazhab.”
disertasi, Fak. Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Harjono, A., dkk, 1976, Pembaharuan Hukum Islam di
Indonesia, in Memorian Prof. Mr. Dr. Hazairin, UI Press, Jakarta.
Hazairin, 1950, Hukum Baru di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta.
_______, 1951, Hukum Islam dan Masjarakat, Bulan Bintang, Jakarta.
_______, Hendak Kemana Hukum Islam, Tinta Mas, Jakarta.
_______, Tujuh Serangkai Tentang Hukum, Bina Askara, Jakarta.
_______, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur’an dan Hadits, Tinta Mas,
Jakarta.
Siregar, B., 1980, Pembaruan Hukum di Indonesia, In Memoriam Prof. Dr.
Hazairin, UI Press, Cet. 3, Jakarta.
www.tokohindonesia.com , Prof. Dr.
Mr. Hazairin, SH.
www.wikimedia.com , Prof. Dr. Mr.
Hazairin, SH.
No comments:
Post a Comment