KAJIAN KRITIK SANAD DAN MATAN HADITS
Selengkapnya
Click DISINI
A. PENGERTIAN
1. Sanad
Pengertian sanad:
-
Sanad
dari segi bahasa berarti yang menjadi sandaran.
-
Sanad
secara istilah berarti jalan yang menyampaikan kepada matan hadits. Sehingga
sanad juga bisa disebut thariq al matan.
-
Sebagian
ulama ada yang mendefinisikan:
Artinya:
“Silsilah orang-orang yang
meriwayatkan hadits yang menyampaikannya pada matan.”
Selain istilah sanad, terdapat istilah
lainnya seperti al isnad, al musnad, dan al musnid. Istilah-istilah tersebut
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan istilah sanad.
-
Yang
dimaksud dengan isnad adalah menerangkan sanadnya hadits (jalannya hadits) atau
jalan menyandarkan hadits. Yang dimaksud disini ialah:
artinya: “Menyandarkan hadits kepada orang yang
mengatakannya.”
-
Musnad
ialah hadits yang disandarkan atau disanadkan oleh seseorang.
-
Musnid
ialah orang yang menerangkan hadits dengan menyebutkan sanadnya.
2. Matan
Kata matan menurut bahasa mempunyai arti
mairtafa’amin al ardli (tanah yang tinggi), atau bisa juga disebut dengan inti
hadits. Sedangkan menurut istilah ialah:
Artinya: Suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.
B.
KAJIAN EKSTERNAL HADITS (SANAD)
Ø
Syarat-syarat
untuk menerima baik hadits-hadits Nabi yang berhubungan dengan sanad:
-
Setiap
perawi dalam sanad suatu hadits harus seorang yang dikenal sebagai penghafal
yang cerdas dan teliti dan benar-benar memahami apa yang didengarnya kemudian
ia meriwayatkan tepat seperti aslinya.
-
Berakhlakul
karimah dan bertakwa kepada Allah serta mengeliminasi setiap pemalsuan dan
penyimpangan.
Ø
Kaidah-kaidah
mayor kritik-kritik hadits
Kaidah kritik sanad hadits dapat
diketahui dari pengertian istilah hadits shohih, menurut ulama hadits, misalnya
Ibnu al Shalah (643 H), hadits shohih yaitu hadits yang bersambung sanadnya
sampai kepada Nabi, diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dlobit sampai
akhir sanad, di dalam hadits itu tidak terdapat kejanggalan (syudzudz dan
illat)
Dari pengertian istilah tersebut dapat
diuraikan unsur-unsur hadits shahih menjadi:
-
Sanadnya
bersambung.
-
Periwayat
bersifat adil
-
Periwayataya
dlobit
-
Dalam
hadits itu tidak terdapat kejanggalan.
-
Dalam
hadits tidak terdapat illat.
Ø
Kaidah-kaidah
minor kritik sanad
Masing-masing unsur kaidah mayor
mempunyai unsur-unsur kaidah minor sebagai berikut:
- Unsur kaidah mayor pertama mengandung unsur kaidah minor:
-
Muttasil
(bersambung).
-
Marfu’
(bersambung kepada Nabi).
-
Mahfudz
(terhindar dari syudzudz).
-
Bukan
muallal (cacat).
- Unsur kaidah mayor kedua mengandung unsur kaidah minor:
-
Beragama
islam.
-
Mukallaf
(baligh dan berakalsehat).
-
Melaksanakan
ketentuan agama Islam.
-
Memelihara
muruah.
- Unsur kaidah mayor ketiga mengandung unsur kaidah minor:
-
Halal
dengan baik hadits yang diriwayatkannya.
-
Mampu dengan
baik menyampaikan riwayat
hadits yang dihafalkannya.
-
Terhindar
dari syudzudz.
-
Terhindar
dari illat.
Dengan acuan kaidah mayor dan kaidah
minor bagi sanad hadits tersebut, maka penelitian sanad hadits dilaksanakan
sepanjang semua unsur diterapkan secara benar dan cermat, maka penelitian akan
menghasilkan kualitas sanad dengan tingkatan akurasi yang tinggi.
C.
KAJIAN INTERNAL HADITS (MATAN)
Syarat-syarat untuk menerima baik
hadits-haidts Nabi yang berhubungan dengan
matan:
-
Mengenai
matan hadits itu sendiri, ia harus tidak bersifat syadz, yaitu salah seorang
perawinya bertentangan dalam periwayatannya dengan perowi lain yang dianggap
lebih akurat dan lebih dapat dipercaya.
-
Hadits
tersebut tidaklah berilah qadinah, yaitu cacat yang diketahui oleh para ahli hadits sehingga
mereka menolaknya.
Kaidah-kaidah mayor kritik matan:
-
Terhindar
dari syudzudz.
-
Terhindar
dari illat.
Ulama hadits tampaknya mengalami
kesulitan untuk mengemukakan klasifikasi unsur-unsur kaidah minornya secara
terperinci dan sistematik karena dalam kitab-kitab yang membahas penelitian
hadits sepanjang yang telah penulis kaji tidak terdapat penjelasan klasifikasi
unsur-unsur kaidah minor berdasarkan unsur-unsur kaidah minor berdasarkan
unsur-unsur kaidah mayornya, padahal untuk klasifikasi itu dijelaskan.
Pernyataan tersebut tidak dimaksudkan
bahwa ulama hadits tidak menggunakan tolak ukur dalam meneliti matan. Tolak
ukur itu telah ada, hanya saja dalam penggunaannya ulama hadits menempuh jalan
secara langsung tanpa bertahap menurut unsur tanpa tahapan kaidah mayor.
Misalnya dengan memperbandingkan matan hadits yang sedang diteliti dengan dalil
naqli tertentu dengan yang lebih kuat dan relevan, jadi kegiatan penelitian
tidak diklasifikasi, misalnya langkah pertama meneliti kemungkinan adanya
syudzudz dengan unsur-unsur kaidah minornya, lalu diikuti dengan
langkah-langkah berikutnya meneliti kemungkinan adanya illat dengan unsur-unsur
kaidah minornya juga.
Menururt Shalah al Din al Adlabi ada 4
tolak ukur penelitian keshohihan matan hadits:
-
Tidak
bertentangan dengan petunjuk Al Qur’an.
-
Tidak
bertentangan dengan hadits yang kualitasnya lebih baik.
-
Tidak
bertentangan dengan akal sehat.
-
Susunan
pernyataanmya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.
Menurut ulama jumhur 4 unsur tolak ukur
di atas adalah tolak ukur unsur untuk meneliti kepalsuan suatu hadits,
tanda-tanda matan hadits yang palsu adalah:
-
Susunannya
bahasa rancu.
-
Isinya
bertentangan dengan akal
sehat saat diinterpretasikan secara rasional.
-
Isinya
bertentangan dengan tujuan pokok ajaran islam.
-
Isinya
bertentangan dengan hukum dan sunnatullah.
-
Isinya
bertentangan dengan sejarah pasti.
-
Isinya
bertentangan dengan petunjuk Al Qur’an ataupun hadits mutawatir yang telah menjadi suatu
petunjuk secara pasti.
-
Isinya
barada diluar kewajaran diukur dari petunjuk umum ajaran islam.
Meskipun tolak ukur tersebut tampak
menyeluruh tetapi tingkat ukurannya ditentukan
oleh ketetapan metodologis dalam
penerapannya, oleh karena
itu kecerdasan perluan pengetahuan dan kecermatan penelitian. Al Khatib
al Baghdadi menjelaskan bahwa hadits yang yang maqbul haruslah:
-
Tidak
bertentangan dengan akal sehat.
-
Tidak
bertentangan dengan hukum al qur’an yang telah muhkam.
-
Tidak
bertentangan dengan hadits mutawatir.
-
Tidak
bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu
(ulama salaf).
-
Tidak
bertentangan dengan dalil yang sudah pasti.
-
Tidak
bertentangan dengan hadits ahad yang kualitas keshohihan lebih kuat.
D. KRITIK MATAN HADITS
1. Di Masa Sahabat
Kritik matan hadits itu sebuah upaya
memilah matan yang benar dari yang salah. Mana yang otentik dari Rosululloh dan
yang palsu yang boleh jadi disebabkan oleh kurang cermatan dalam
periwayatannya, dapat ditelusuri dengan cara ini. Pada Rosulullah hal ini sudah
dilakukan para sahabat. Imam Muslim meriwayatkan selalu jalur Anas bin Malik “Hai
Muhammad telah datang kepada kami utusanmu, menjelaskan bahwa Allah mengirim
engkau sebagai Rosul? Beliau menjawab, “Benar!” riwayat ini menunjukkan adanya
upaya mencari kebenaran berita dimasa Rosulullah.
Konfirmasi tentang matan hadits dilakukan
juga oleh para sahabat seperti Abu Bakar dan Umar di saat Rosulullah sudah
wafat, contohnya: ketika seorang nenek datang meminta bagian warisan cucunya,
berkata Abu Bakar berkata, “Saya tidak mendapatkan dalil dalam Al Qur’an dan
tidak mendengar berita dari Rosulullah memberi bagian nenek”, lalu Abu Bakar
bertanya tentang hal ini kepada orang banyak. Al Mughirah melaporkan bahwa
telah mendengar Rosulullah memberi bagian nenek seper enam, lalu Abu Bakar
bertanya, siapa orang lain yang mendengar kasus ini? Muhammad bin Maslamah naik
atas saksi kebenaran Al Mughirah kemudian dengan konfirmasi ini Abu Bakar
memberi nenek tersebut bagian seper enam dari warisan cucunya.
No comments:
Post a Comment