MEMAHAMI HADIS
SECARA TEKSTUAL DAN KONTEKTUAL SERTA KETENTUAN DALAM MEMAHAMI HADITS
Selengkapnya Click DISINI
A. Memahami Hadis Secara Tekstual Dan Kontekstual
Pemahaman
hadits secara tekstual dilakukan bila hadits yang bersangkutan, setelah
dihubungkan dengan segi-segi yang berkaitan dengannya, misalnya latar belakang
terjadinya, tetap menuntut pemahaman sesuai dengan apa yang tertulis dalam teks
hadits yang bersangkutan sehingga pemahamannya secara kontekstual dilakukan
bila dibalik teks suatu hadits, ada petunjuk kuat yang mengharuskan untuk
dipahami tidak sebagaimana maknanya yang tersurat (tekstual).
Contoh,
berdasarkan hadits Nabi tentang usus orang mukmin yang kafir. Yang artinya:
“orang yang beriman itu makan dengan satu usus (perut), sedangkan orang kafir
makan dengan tujuh usus.”
Secara
tekstual hadits tersebut menjelaskan bahwa usus orang beriman berbeda dengan
orang kafir. Padahal dalam kenyatannya yang lazim perbedaan anatomi tubuh
manusia tidak disebabkan oleh perbedaan iman seseorang. Dengan demikian
pernyataan hadits itu merupakan ungkapan simbolik. Itu berarti hadits di atas
harus dipahami secara kontekstual.
Ada
pula hadits Nabi yang pemahamannya hanya bisa dipahami secara kontekstual,
sedangkan kalau dipahami secara tekstual dirasa kurang tepat dalam
pemaknaannya. Misalkan seperti hadits Nabi yang menyatakan setan dibelenggu
pada bulan Ramadhan. Yang artinya: “Apabila bulan Ramadhan datang, maka
pintu-pintu surga terbuka dan pintu-pintu neraka terkunci dan para setan
dibelenggu.”
Pemahaman
secara tekstual terhadap hadits di atas menyatakan bahwa karena bulan Ramadhan
hal di atas terjadi. Pemahaman itu menonjolkan keutamaan bulan Ramadhan saja,
tanpa menyetarakan berbagai amal yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang
yang beriman pada bulan Ramadhan tersebut.
Dalam
kenyataan masyarakat secara tekstual sulit dijawab, sebab pada kenyataannya
pada bulan Ramadhan masih ada juga yang melakukan perbuatan pencurian,
perzinaan dan lain sebagainya. Sekiranya kata-kata dibelenggu dalam
hadits tersebut diartikan secara fisik dan penyebab dibelenggunya semua setan
itu adalah bulan Ramadhan, niscaya tidak ada orang yang berbuat maksiat. Pada
kenyataannya di bulan Ramadhan masih banyak orang yang melakukan maksiat.
B. Beberapa Petunjuk dan Ketentuan Umum Untuk Memahami Hadis
1. Memahami
Hadis Sesuai Petunjuk Al-Qur’an
Untuk
dapat memahami hadis dengan pemahaman yang benar, jauh dari penyimpangan,
pemalsuan, dan penafsiran yang buruk maka haruslah kita memahaminya sesuai
dengan petunjuk Al-Qur’an, yaitu, dalam kerangka bimbingan Ilahi yang pasti
benarnya dan tak diragukan keadilannya.
Jelaslah
bahwa Al-Qur’an adalah “ruh” dari eksistensi islam, dan merupakan asas
bangunannya. Ia merupakan konstitusi dasar yang paling pertama dan utama, yang
kepadanya bermuara segala perundang-undangan islam.
Sedangkan
hadis adalah penjelasan terinci tentang isi konstitusi tersebut, baik dalam
hal-hal yang bersifat teoretis ataupun penerapannya secara praktis.
2. Menghimpun
Hadis-Hadis Yang Terjalin Dalam Tema Yang Sama
Untuk
berhasil memahami As-Sunnah atau hadis secara benar, kita harus menghimpun
semua hadis sahih yang berkaitan dengan suatu tema tertentu kemudian
mengembalikan kandungannya untuk mutasyabih kepada yang muhkam,
mengaitkan untuk muthlaq dengan yang muqayyah dan menafsirkan
yang ‘am dengan yang khash. Dengan cara itu dapatlah dimengerti
maksudnya dengan jelas dan tidak dipertentangkan antara hadits yang satu dengan
yang lainnya.
3. Penggabungan
Atau Pentarjihan Antara Hadis-Hadis Yang (Tampaknya) Bertentangan
Pada
dasarnya, nash-nash syariat tidak mungkin saling bertentangan. Sebab, kebenaran
tidak akan bertentangan dengan kebenaran. Karena itu, apabila diandaikan juga
adanya pertentangan, maka hal itu hanya dalam tampak luarnya saja, bukan dalam
kenyataan yang hakiki.
Apabila
penghilangan itu dapat dihapus dengan cara menggabungkan atau menyesuaikan
antara kedua nash, tanpa harus memaksakan atau mengada-ada, sehingga
kedua-duanya dapat diamalkan, maka yang demikian itu lebih utama daripada harus
mentarjihkan antara keduanya. Sebab, pentarjihan berarti mengabaikan salah satu
dari keduanya sementara mengutamakan yang lain.
4. Memahami
Hadis Dengan Mempertimbangkan Latar Belakangnya, Situasi Dan Kondisinya Ketika
Diucapkan, Serta Tujuannya
Memahami
hadis dengan memperhatikan sebab-sebab khusus yang melatarbelakangi
diucapkannya suatu hadis, atau kaitannya dengan suatu 'illah (alasan, sebab)
tertentu yang dinyatakan dalam hadis tersebut atau disimpulkan darinya, ataupun
dapat dipahami dari kejadian yang menyertainya.
Siapa
saja yang mau meneliti dengan seksama, pasti akan melihat bahwa diantara
hadits-hadits, ada yang diucapkan berkaitan dengan kondisi temporer khusus,
demi suatu mastahat yang diharapkan atau mudarat yang hendak dicegah, atau
mengatasi suatu problem yang timbul pada waktu itu.
5. Membedakan
Antara Sarana Yang Berubah-Ubah Dan Sarana Yang Tetap
Diantara
penyebab kekacauan dan kekeliruan dalam memahami hadis, ialah bahwa sebagian
orang mencampuradukkan antara tujuan atau sasaran yang hendak dicapai oleh
As-Sunnah dengan prasarana temporer atau lokal yang kadangkala menunjang pencapaian sasaran yang dituju. Mereka
memusatkan diri pada pelbagai prasarana ini, seolah-olah hal itu memang
merupakan tujuan yang sebenarnya. Padahal, siapa saja yang benar-benar berusaha
memahami hadis secara rahasia-rahasia yang dikandungnya, akan tampak baginya
bahwa yang penting adalah apa yang menjadi tujuannya yang hakiki. Itulah yang
dan abadi. Sedangkan yang berupa prasarana, adakalanya berubah dengan adanya
perubahan lingkungan, zaman, adat kebiasaan, dan sebagainya.
6. Membedakan
Antara Ungkapan Yang Bermakna Sebenarnya Dan Yang Bersifat Majas
Ungkapan
dalam bentuk majas (kiasan, metafora) banyak sekali digunakan dalam
bahasa Arab. Dalam ilmu-ilmu balaghah (retorika) dinyatakan bahwa ungkapan
dalam bentuk majas, lebih terkesan dari pada ungkapan dalam bentuk biasa.
Sedangkan Rasullulah SAW adalah seorang berbahasa Arab yang paling menguasai balaghah.
Maka tak mengherankan apabila dalam hadits-haditsnya beliau banyak menggunakan majas,
yang mengungkap maksud beliau dengan cara sangat mengesankan.
7. Membedakan
Alam Gaib Dan Alam Kasatmata
Diantara
As Sunnah, adalah hal-hal yang berkaitan dengan alam gaib, yang sebagiannya
menyangkut makhluk-makhluk yang tidak dapat dilihat di alam kita ini. Misalnya,
malaikat yang diciptakan oleh Allah SWT untuk melakukan berbagai macam tugas
tertentu. “... Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tulianmu melainkan Dia
sendiri... “ (Al-Muddatstsir:31).
8. Memastikan
Makna Dan Konotasi Dalam Hadits
Sangat
penting sekali, untuk dapat memahami As Sunnah atau hadits dengan
sebaik-baiknya, memastikan makna dan konotasi kata-kata yang digunakan dalam
hadits. Sebab, konotasi kata-kata tertentu adakalanya berubah dari suatu masa
ke masa lainnya, dan dari suatu lingkungan ke lingkungan lainnya.
No comments:
Post a Comment