ZAKAT
Download
DISINI
A.
Pengertian dan Dasar Hukum Zakat
1. Pengertian Zakat
Zakat secara etimologi merupakan bentuk
isim masdar dari akar kata yang bermakna
an-namā’(tumbuh), al-barakāh (barakah), at-tahārah
(bersih), as-salāh (kebaikan), safwatu asy-Syā’i (jernihnya
sesuatu)[1],
dan al-madu (pujian)[2].
Pengertian zakat secara etimilogi ini
terangkum dalam ayat:
خذمن أموالهم صدقة تطهّرهم وتزكّيهم بهاوصلّ عليهم[3]
Ayat tersebut bermaksud bahwa zakat itu
akan membersihkan, mensucikan dan menumbuhkan pahala orang yang
melaksanakannya.[4]
Adapun pengertian zakat secara
terminologis, para ulama memberikan rumusan yang berbeda-beda, diantaranya
adalah:
a.
As-Sayyid
Sabiq
اسم لما يخرجه الانسان من حقّ الله تعالى الى الفقراء وسميت زكاة لما يكون فيما من رجاء البركة وتزكية النّفس[5]
b.
Abdurrahman
Al –Jazāirī
الزكاة هو تمليك مال مخصوص لمستحقه بشرائط مخصوصة[6]
c. Muhammad Asy - Syaukani
d.
Hasbi
Ash Shiddieqy
Sebagian dari harta orang kaya yang telah ditentukan
kadarnya oleh agama pada sebagian jenis harta dan telah ditentukan nisabnya
pada sebagian jenis harta yang lain.[8]
Dari beberapa definisi ulama di atas
dapat disimpulkan bahwa zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan
oleh setiap muslim yang memenuhi syarat kepada orang tertentu, dengan
syarat-syarat tertentu pula.[9]
Kata zakat dalam arti terminologi oleh
al-Qur’an disebut 30 kali, yaitu 27 kali disebut dalam satu konteks dengan
shalat, dan dari 30 kali sebutan tersebut, terdapat 8 sebutan yang berada pada
surat-surat yang turun di Makkah dan sisanya berada pada surat-surat yang turun
di Madinah.[10]
Dari beberapa ayat al-Qur’an, kata
zakat banyak sekali yang dihubungkan dengan kata salat dan kita diperintahkan
untuk melaksanakannya seperti yang terdapat dalam surat al-Muzzammil ayat 20, sebagai berikut:
واقيمواالصّلوة
واتوزاالزّكوة وافرضواالله قرضاحسنا[11]
Di samping itu,
al-Qur’an juga mengecam keras bagi orang yang tidak mau menunaikan perintah
zakat tersebut, sebagaimana yang disinyalir dalam surat At- Taubah ayat 34, sebagai berikut:
والذّين يكنزون الذّهب والفضّة ولاينفقونهافىسبيل الله فبشّرهم بعذاب اليم[12]
Dengan
demikian jelaslah bahwa zakat merupakan salah satu kewajiban atas semua umat Islam yang telah memenuhi syarat-syarat
yang telah ditentukan oleh nas-nas al-Qur’an, al-Hadis dan Ijma ulama.
2.
Dasar Hukum Zakat
Zakat dalam hirarkis hukum
Islam merupakan rukun Islam ketiga, yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim,
yang disyari’atkan pertama kali pada bulan Syawal tahun II Hijriyah di Madinah.
Kewajiban zakat itu bila ditinjau dari kekuatan hukumnya sangat kuat karena
mempunyai dasar hukum nas yang sudah pasti, seperti tersebut dibawah ini:
a.
Al-Qur’an
وأقيمواالصّلوة
واتواالزّكوة واركعوا مع الرّكعين
[13]
وهوالذّي انشأجنّات معروشات وغيرمعروشات
والنّخل والزرع مختلفاأكله والزيتون والرّمان متشابها وغيرمتشابه كلوا من ثمره
اذاأثمرواتواحقه يوم حصاده ولآتسرفوا إنه
لايحب المسرفين[14]
إنّ الذّين امنواوعملواالصّالحات واقامواالصّلوة وأتواالزّكوة لهم
اجرهم عند ربهم ولاخوف عليهم ولاهم يحزنون[15]
b. Al-Hadis
بنىالاسلام علىخمس شهادت ان لآاله الاّالله وانّ محمّدارسول الله واقام الصلاة وايتاءالزكاة والحجّ البيت وصوم رمضان[16]
يأمرنابالصّلاة والزكاة والصلة والعفا ف[17]
c.
Ijma’
Yaitu adanya kesepakatan semua umat Islam di semua
negara bahwa zakat adalah wajib. Bahkan,
para sahabat Nabi SAW sepakat untuk membunuh orang-orang yang enggan
mengeluarkan zakat dan mereka tergolong orang kafir dalam pandangan ulama.[18]
B. Syarat dan Rukun Zakat
- Syarat-syarat Zakat
Untuk membatasi pengertian syarat, penyusun berpegang pada makna syarat
yang berarti: hal-hal atau sesuatu yang ada atau tidak adanya hukum tergantung
ada dan tidak adanya sesuatu itu.[19]
Dari pengertian tersebut, syarat dalam zakat ada dua, yaitu:
a.
Syarat
zakat yang berhubungan dengan subyek
atau pelaku (muzakkī : orang yang terkena wajib zakat) adalah Islam,
merdeka, balig dan berakal.[20]
b.
Syarat-syarat
yang berhubungan dengan jenis harta (sebagai obyek zakat)
Mengenai jenis harta (kekayaan) yang
menjadi obyek zakat secara umum telah disebutkan dalam al-Qur’an, kemudian
diperincikan dan diperjelas dalam hadis-hadis nabi, menyangkut pada lima
kelompok harta, namun macam- macam jenis harta tersebut, tidak sebagai
pembatasan yang mutlak dan bersifat mati, akan tetapi additional yaitu sesuai dengan waktu itu.[21]
Dari sini dapat diambil kesimpulan
bahwa pada prinsipnya jenis (macam-macam) harta yang menjadi obyek zakat adalah
harta yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:[22]
1)
Milik
penuh
Artinya penuhnya pemilikan, maksudnya
kekayaan itu harus berada dalam kontrol dan dalam kekuasaan yang punya, (tidak
bersangkut di dalamnya hak orang lain), baik kekuasaan pendapatan maupun
kekuasaan menikmati hasilnya.
2)
Berkembang
Artinya harta itu berkembang, baik secara
alami berdasarkan sunatullāh maupun bertambah karena ikhtiar manusia.
Makna berkembang di sini mengandung maksud bahwa sifat kekayaan itu dapat
mendatangkan income, keuntungan atau pendapatan. Dengan begitu nampak
jelas bahwa jenis atau macam-macam harta (kekayaan) tidak hanya yang dijelaskan
dalam hadis nabi, melainkan pada harta yang mempunyai potensi dapat
dikembangkan atau berkembang dengan sendirinya.
3) Mencapai
Nisab
Artinya mencapai jumlah minimal yang
wajib dikeluarkan zakatnya. Contoh: nisab ternak unta adalah lima ekor dengan kadar zakat seekor kambing.
Sehingga apabila jumlah unta kurang dari lima
ekor maka belum wajib dikeluarkan zakatnya. Adapun ketentuan nisab zakat ini
berdasarkan hadis Nabi SAW sebagai berikut:
ليس
فيمادون خمسة أوسق صدقة ولافيمادون خمس ذودصدقة ولافيمادون خمس أواق صدقة[23]
4) Lebih dari kebutuhan pokok
Artinya harta yang dipunyai oleh
seseorang itu melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan
keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
5) Bebas dari hutang
Artinya harta yang
dipunyai oleh seseorang itu bersih dari hutang, baik hutang kepada Allah (nażar
atau wasiat) maupun hutang kepada sesama manusia.
6) Berlaku setahun
Suatu milik dikatakan
genap setahun menurut al-Jazaili< dalam kitabnya Tanyinda al-Haqā’iq
syarh Kanzu Daqā’iq, yakni genap satu tahun dimiliki.[24]
Hal ini sebagai mana dalam hadis Nabi SAW diriwayatkan oleh Ibnu Umar, sebagai
berikut:
لاتجب فى مال زكاة حتى يحول عليه الحول[25]
Tahun yang dimaksud adalah hitungan
tahun Qamariyyah. Syarat ini hanya terbatas pada jenis harta: ternak, emas
perak dan harta dagangan, masuk dalam istilah zakat modal. Untuk hasil
pertanian, buah-buahan, harta karun dan yang sejenis disebut zakat pendapatan,
tidak disyaratkan satu tahun.[26]
- Rukun Zakat
Adapun yang termasuk rukum zakat
adalah:
a.
Pelepasan
atau pengeluaran hak milik pada sebagaian harta yang dikenakan wajib zakat
b.
Penyerahan
sebagian harta tersebut dari orang yang mempunyai harta kepada orang yang
bertugas atau orang yang mengurusi zakat (amil zakat).
c.
Penyerahan
amil kepada orang yang berhak menerima zakat sebagai milik.[27]
- Macam-Macam Zakat
Zakat menurut garis besarnya terbagi
menjadi dua, yaitu: zakat harta atau biasa disebut zakat mal dan zakat
jiwa atau biasa disebut zakat fitrah.
1.
Zakat Mal
Zakat mal adalah
bagian dari harta kekayaan seseorang (juga badan hukum), yang wajib dikeluarkan
untuk golongan orang-orang tertentu setelah dimiliki dalam jangka waktu
tertentu dan dalam jumlah minimal tertentu.[28]
Di dalam al-Qur’an,
Allah SWT tidak merinci secara detail tentang harta kekayaan yang wajib
dikeluarkan zakatnya. al-Qur’an juga tidak menjelaskan tentang kadar prosentase
kewajiban zakat tersebut. Tetapi Allah telah memberikan amanat kepada Rasul-Nya
Muhammad SAW untuk menjelaskan dan merinci hal tersebut, dalam bentuk sunnah,
baik yang qauliyah maupun yang amaliyah. Hal ini merupakan
perwujudan dari firman Allah sebagai berikut:
وانزلنااليك الذّكرلتبيّن للنّاس مانزّل
اليهم ولعلهم يتفكرون[29]
Pada mula-mula zakat
difardukan tanpa menyebutkan secara gamblang tentang harta apa saja yang harus
dizakati, demikian juga dengan ketentuan kadar zakatnya. Syara’ hanya menyuruh
mengeluarkan zakat. Demikian keadaan itu berjalan hingga tahun ke dua Hijriyah,
dan mulai dari tahun Hijriah inilah syara’ menentukan harta-harta yang
dizakatkan, serta kadarnya masing-masing.[30]
Adapun mengenai
harta kekayaan yang wajib dizakati para ulama sepakat ada empat macam, yaitu:
a.
Emas
Perak
b.
Binatang
ternak
c.
Tanaman
dan buah-buahan
d.
Harta
perniagaan[31]
a.
Emas
dan Perak
Dasar diwajibkannya
zakat pada emas dan perak ialah firman Allah SWT, sebagai berikut:
Dari ayat tersebut
dapat disimpulkan bahwa mengeluarkan zakat dari emas dan perak wajib hukumnya.
Syara’ telah menegaskan bahwa emas dan perak yang wajib dizakati ialah emas dan
perak yang sampai nisabnya dan telah cukup setahun dimiliki, terkecuali emas
dan perak yang baru diperoleh dari galian, maka tidak disyaratkan cukup
setahun.[33]
Adapun emas tidak
wajib dikeluarkan zakatnya hingga banyaknya mencapai 20 dinar, sedangkan
untuk perak nisabnya 200 dirham. Ketentuan ini berdasarkan sabda
Rasulullah SAW, sebagai berikut:
فإذاكانت لك مائتادرهم وحال عليهاالحول
ففيهاخمسة دراهم ليس عليك شئ يعنىفىالذّهب حتّى يكون لك عشرون دينارافإذاكانت لك
عشرون ديناراوحال عليهاالحول ففيهانصف دينار فمازاد فبحساب ذ لك[34]
قدعفوت عن الخيل والّرقيق فهاتوا صدقة
الّرقةمن كلّ
اربعين درهما درهماوليس في
تسعين ومائة شئ فاذا بلغت ما ئتين
ففيهاخمسة دراهيم[35]
Adapun menurut
perhitungan, nisab emas 20 dinar tersebut kurang lebih 94 gram,
sedangkan nisab perak 200 dirham kurang lebih 624 gram, untuk kadar
zakat masing-masing adalah 2,5%.[36]
b.
Binatang
ternak
Dalil yang
menunjukkan adanya kewajiban zakat atas binatang ternak adalah hadis Nabi riwayat
al-Bukhari dari Abī Ż\\\>>\\\\\\\\ar, sebagai berikut:
مامن رجل تكون له ابل أوبقرأوغنم لا يؤ دّى
حقّهاإلاّأوتي بهايوم القيامة اعظم ماتكون وأسمنه تطؤه بأخفافهاتنطحه بقرونها
كلمّاجازت أخراهاردّت عليه اولاهاحتّى يقض بين النّاس[37]
Dari hadis tersebut
di atas, jumhur ulama sepakat bahwa binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya
adalah unta, sapi, kerbau dan kambing.
Adapun syarat
binatang ternak yang wajib dizakati adalah:
1.
Jumlahnya
mencapai nisab
2.
Telah
melewati masa satu tahun
3.
Digembalakan
di tempat penggembalaan umum, yakni tidak diberi makan di kandangnya, kecuali
jarang sekali
4.
Tidak
digunakan untuk keperluan pribadi pemiliknya, seperti untuk mengangkut barang,
membajak sawah dan sebagainya.[38]
Nisab ternak dan
kadar zakat antara ternak satu dengan yang lain barbeda. Pada bagian ini akan
dijelaskan tentang nisab dan kadar zakat masing-masing.
Unta
Nisab unta adalah lima ekor, dengan kadar
zakat seekor kambing. Adapun jika lebih dari nisab maka dapat dilihat tabel
berikut:
Nisab dan
Kadar zakat Unta
Nisab
|
Kadar Zakat
|
5 - 9
|
1 ekor kambing
|
10 – 14
|
2 ekor kambing
|
15 - 19
|
3 ekor kambing
|
20
- 24
|
Bintu Mahdah
|
25 - 35
|
Bintu Labun
|
36 - 45
|
Hiqqah
|
46 - 60
|
Jidzal
|
61 - 75
|
2 ekor bintu labun
|
91 - 90
|
2 ekor hiqqah
|
91 – 120
|
2 ekor bintu labun
|
Ketentuan nisab
tersebut berdasarkan hadis Nabi SAW, riwayat al-Bukhari dari Abu Sa’id
al-Khudri sebagai berikut:
[39]ليس فيما دون خمس ذود صدقة من
الإبل0000
Sapi
Nisab sapi adalah 30
ekor dengan kadar zakat satu ekor sapi jantan atau betina umur satu tahun. Jika
jumlahnya lebih dari jumlah tersebut, maka dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel II
Nisab dan Kadar Zakat Sapi
Nisab sapi
|
Kadar
Zakat
|
30 – 39
|
1 ekor lembu umur 1 tahun
|
40 – 59
|
2 ekor lembu musinnah
|
60 – 69
|
2 ekor lembu tabi’I
|
70 – 79
|
2 ekor lembu tabi’I, 1 musinnah
|
80 – 89
|
2 ekor lembu betina umur 2 tahun
|
90 – 99
|
3 ekor lembu umur1 tahun
|
100 – 119
|
1 ekor lembu umur 2 th + 1 sapi umur 2 th.
|
120 – seterusnya
|
3 ekor lembu umur 2 th + 4 sapi umur 2 th
|
Ketentuan nisab sapi
tersebut, berdasarkan hadis Nabi saw dari
Mu’ad, sebagai berikut:
بعثني النبي ص.م. الى اليمن فأمرني أن أخذ
من كلّ ثلا ثين بقرة تببعااو تبيعة ومن كلّ اربعين مسنّة0000[40]
Kambing
Sedangkan untuk
nisab kambing[41]
adalah 40 ekor, dengan kadar zakat 1 ekor kambing, ini berlaku untuk jumlah
40-120 ekor, dan apabila lebih maka dapat dilihat tabel berikut:
Tabel III
Nisab dan Kadar Zakat Kambing
Nisab kambing
|
Kadar zakat
|
40-120
|
1 ekor kambing
|
121-200
|
2 ekor kambing
|
201-300
|
3 ekor kambing
|
301-400
|
4 ekor kambing
|
Ketentuan nisab tersebut baerdasarkan hadis Nabi SAW:
c.
Tumbuh-tumbuhan
(Hasil pertanian)
Dalil yang
menunjukkan adanya kewajiban zakat atas hasil pertanian adalah firman Allah SWT:
Ayat ini memerintahkan
untuk mengeluarkan zakat dari apa yang dikeluarkan dari bumi.
Mengenai kewajiban
zakat hasil pertanian ini tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama. Namun
mereka masih berbeda pendapat tentang jenis pertanian yang wajib dizakati. Dalam hal ini ada beberapa pendapat:[44]
1). Al-Hasan al-Basri, as-Sauri, dan
as-Sya’ti berpendapat bahwa hasil pertanian yang wajib dizakati hanya empat
macam jenis tanaman, yaitu: gandum, kurma, padi dan anggur. Selain empat macam
tersebut tidak wajib zakat.
2). Imam Abu Hanifah, berpendapat wajib
dizakati semua hasil tanah yang diproduksi oleh manusia, dengan sedikit
pengecualian antara lain pohon-pohonan yang tidak berbuah
3). Imam Malik berpendapat, wajib dizakati
semua hasil bumi yang bisa tahan lama dan dan diproduksi oleh manusia.
4). Imam asy-Syafi’i berpendapat, wajib
dizakati semua hasil bumi yang memberi kekuatan (mengenyangkan), bisa tahan
lama dan diproduksi oleh manusia. Ketentuan berdasarkan firman Allah, sebagai
berikut:
وهوالذي انشأجنّات معروشات وغيرمعروشات
والنّحل والزّرع مختلفااكله والزيتون والرّمّان متشابهاوغير متشابه
كلوامن ثمره اذا أثمرواتواحقّه يوم حصاده [45]
Sedangkan Mahmud
Syaltout berpendapat bahwa wajib dizakati semua tanaman dan buah-buahan yang
diproduksi manusia, berdasarkan firman Allah, sebagai berikut:
Kedua ayat tersebut
menunjukkan bahwa semua hasil bumi wajib dizakati tanpa terkecuali, termasuk
pula hasil yang terkena pajak (kharajiyiiah), Adapun zakat hasil bumi
itu berkaitan dengan masa panennya bukan setahun sekali, akan tetapi lebih dari
sekali setahun atau sebaliknya bisa lebih dari setahun sekali zakatnya jika
tanaman itu panennya lebih dari setahun.[47]
Adapun nisabnya
adalah bila telah mencapai lima
wasak, sebagaimana hadis riwayat Muslim dari Ishak bin Mansur, sebagai
berikut:
ليس في حبّ ولا تمرّ صدقة حتىّ يبلغ خمسة او سقّ
ولا فيماذون خمس دون صد قة ولا فيمادون
خمس أواق صدقة[48]
Sedangkan kadar
zakatnya adalah 10% bila disiram dengan air sungai atau air hujan, dan 5% jika
diairi dengan kincir yang ditarik oleh binatang atau disiram dengan alat yang
memakan biaya. Hal ini berdasarkan pada hadis riwayat al-Bukhari dari Salim bin
Abdullah:
فيماسقت السماءوالعيون أو كان عثريّاالعشر وماسقي
بالنّضح نصف العشر[49]
Adapun menurut
perhitungan yang telah ditetapkan oleh departemen agama lima wasaq adalah 750 kg beras atau
1350 kg gandum kering.[50]
d.
Harta
Perdagangan
Yang dimaksud dengan
harta perdagangan adalah semua bentuk harta yang diproduksi untuk dijualbelikan
dengan bermacam-macam cara dan membawa kenaikan dan manfaat bagi manusia.[51]
Adapun dalil yang
menunjukkan adanya kewajiban zakat pada harta perdagangan adalah firman Allah:
ياأيهاالذّين
امنواأنفقوامن طيّبات ماكسبتم وممّاأخرجنالكم من الأرض [52]
Ayat
ini mengandung makna bahwa wajib bagi semua harta yang dipergunakan dalam usaha
kerja yang produktif untuk dikeluarkan zakatnya. Demikian pendapat Iman Abu
Bakar Ibn Arabi dalam Ahkām al-Qur’ānnya, juga Imam al-Razi yang
dikutip oleh Yūsuf al-Qaradawi>.[53]
Pendapat mereka diperkuat lagi dengan hadis Nabi saw sebagai berikut:
كان يأمرناان
نخرج الصّدقة من الّذي نعدّللبيع [54]
Mengenai zakat tijarah
ini, ulama zahiriyyah berbeda pendapat, bahwa tidak wajib dikeluarkan zakatnya
atas harta perdagangan.[55]
Adapun syarat harta
benda menjadi tijarah menurut Ibnu Qudamah yang dikutip oleh as-Sayyid
Sabiq dalam Fiqh as-Sunnahnya ada
dua macam syarat, yaitu:
1.
Hendaklah
dimiliki secara nyata seperti dari jual beli
2.
Hendaklah
ketika dimiliki itu diniatkan untuk diperdagangan[56]
Disamping
kedua syarat tersebut, harta perdagangan itu juga harus mencapai nisab dan
haul. Adapun nisabnya adalah seharga 20 misqal emas atau 94 gram emas
murni, sedangkan kadar zakatnya adalah 2,5%.[57]
Adapun cara
mengeluarkan zakat barang dagangan tersebut menurut Maimun bin Mihram, Hasan
al-Basri dan Ibrahim Naba’i yang dikutip oleh Yūsuf al-Qaradawī dalam
bukunya Fiqh az-Zakāh adalah sebagi berikut: apabila sudah tiba waktu
untuk mengeluarkan zakat, hitunglah berapa jumlah uang kontan yang ada, barang
yang ada dan hitunglah nilai barang itu secara piutang yang ada pada orang yang
mampu, kemudian keluarkanlah hutangnya, baru dikeluarkan zakatnya.
3.
Zakat Nafs
Zakat ini biasa
disebut dengan zakat fitrah atau zakat fitri, karena zakat ini dihubungkan
dengan bulan suci Ramadan dan hari raya Idul fitri.
Zakat fitri adalah
pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan
dari nafkah keluarga yang wajar pada malam hari raya Idul fitri, sebagai tanda
syukur kepada Allah karena telah selesai menunaikan ibadah puasa.
Zakat ini
disyari’atkan pada bulan Sya’ban tahun kedua Hijriyah, adalah untuk mensucikan
orang yang puasa dari perbuatan dan perkataan kotor dan keji serta untuk
memberi makan orang-orang miskin.
Zakat ini merupakan
zakat pribadi, sedangkan zakat mal merupakan pajak pada harta. Oleh karena itu
tidak disyaratkan pada zakat fitrah apa yang disyaratkan pada zakat mal,
seperti nisab dan syarat-syarat tertentu.
Adapun diwajibkannya
zakat fitrah ini karena tiga hal, yaitu: Islam, terbenam matahari dan akhir
bulan Ramadan.
Mengenai hukum
melaksanakannya adalah wajib berdasarkan nas al-Qur’an sebagai berikut:
قد أفلح من تزكّي وذ كر اسم ربّه فصلّى[58]
Ayat ini menurut Ibn
Huzaimah, diturunkan berkenaan dengan zakat fitrah, takbir hari raya dan
sembahyang.
Demikianpun menurut
Sa’id ibnu Musayyad dan Umar Ibn Abdul Aziz, bahwa zakat yang dimaksudkan dalam
ayat tersebut adalah zakat fitrah. Adapun nas hadis yang menerangkan tentang
zakat fitrah adalah hadis riwayat muslim dari Ibn Umar. Rasulullah bersabda:
فرض زكاة الفطرمن رمضان على النّاس صاعامن تمر أوصاعامن
شعيرعلى كلّ حر أوعبد ذ كر أو أنثي من المسلمين[59]
Hadis tersebut di
atas menunjukkan bahwa zakat fitrah itu wajib. Adapun yang menjadi perbedaan
pendapat ulama adalah mengenai batas waktu wajib.
Menurut Sauri,
Ahmad, Ishak dan asy-Syafi’ī serta menurut suatu berita dari Malik,
waktu wajibnya adalah ketika terbenam matahari, pada malam lebaran, sebab saat
itulah waktu berbuka puasa Ramadan. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Lais,
asy-Syafi’i, menurut berita yang lain dari Malik waktu wajibnya adalah tatkala
fajar dari hari lebaran.
Jumhur fuqaha
berpendapat bahwa mengakhirkan zakat fitrah setelah shalat Idul fitri adalah
makruh, karena maksud utama dari zakat fitrah adalah mencukupkan orang-orang
fakir dan peminta-minta dihari itu. Sehingga apabila mengakhirkannya, maka
hilanglah sebagian waktu dari hari itu tanpa terbukti mencukupkannya.
Adapun jenis harta
benda yang dikeluarkan untuk zakat fitrah ialah tanaman seperti: sya’ir,
zabīb dan aqīt. Hal ini sebagaimana hadis Nabi yang diriwayatkan
Muslim dari abi Sa’id al-Khudri, sebagai berikut:
كنّا نخرج اذاكان فيهارسول الله ص.م زكاة الفطرعن كلّ
صغيروكبيرحر أومملوك صاعامن طعام أو صاعاأقط أوصاعامن شعير أو صاعامن تمر أو
صاعامن زبيب فلم نزل نخرجه حتّى قدم علينامعاويه بن أبىسفيان حاجاأومعتمرفكلّم
النّاس على المنبرفكان فيما كلّم به النّاس أن قال: انّي أري أن مدين من سمر الشام
تعدل صاعامن تمر فأخذ النّاس بذالك قال:أبوسعيدفأمّاأنافلا أزال اخرجه كماكنت
اخرجه أبداماعشت[60]
Jenis tersebut
merupakan awal dari makanan yang dijadikan zakat fitrah. Kemudian dihubungkan
dengan segala rupa, makanan yang menjadi pengenyang di masing-masing tempat.
Seperti beras bagi kita orang Indonesia.
D.
Sasaran dan Hikmah Zakat
1.
Sasaran zakat
Sasaran zakat
ditujukan kepada delapan golongan atau yang disebut asnaf. Hal ini sebagaimana
diterangkan dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
انّماالصدقات للفقراء والمساكين والعاملين عليهاوالمؤلفة قلوبهم
وفي الرّقاب والغارمين وفي سبيل الله وابن السّبيل[61]
Ayat tersebut di
atas menjelaskan tentang sasaran zakat, yakni bahwa zakat ditujukan kepada
delapan golongan. Adapun 8 golongan yang dimaksud adalah fakir, miskin, amil, muallaf,
riqab, garim, sabilillah dan ibn sabil.
a.
Fakir
dan Miskin.
Fakir miskin adalah
orang pertama yang diberi saham zakat oleh Allah. Menurut Sayyid Sabiq, fakir
miskin adalah orang-orang yang ada dalam kebutuhan dan tidak mendapatkan apa
yang mereka perlukan.[62]
Sedangkan Imam asy-Syafi’i memberikan pengertian tersendiri terhadap fakir
miskin. Fakir adalah orang yang tidak mempunyai harta dan tidak pula mempunyai
mata pencaharian. Sedangkan miskin adalah orang yang mempunyai harta atau mata
pencaharian tetapi di bawah kucukupan.[63]
Oleh karena golongan
fakir miskin ini adalah orang-orang pertama yang diberi saham zakat oleh Allah,
maka sasaran utama zakat adalah untuk menghapuskan kemiskinan dan kemelaratan
dalam masyarakat Islam.
b.
Amil
zakat
Yang dimaksud amil
zakat adalah orang-orang yang melaksanakan kegiatan urusan zakat mulai dari
para pungumpul sampai bendahara dan penjaganya juga mulai dari pencatat sampai
kepada penghitung yang mencatat keluar masuknya zakat dan membagi pada mustahiqnya.[64]
c.
Muallaf
Adapun yang dimaksud
muallaf adalah mereka yang diharapkan kecenderungan atau keyakinannya
dapat bertambah terhadap Islam, atau terhalangnya niat jahat mereka atas orang
miskin, atau harapan akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong
kaum muslimin dari musuh.[65]
d.
Riqab
Riqab adalah memerdekakan budak belian, hal ini diambilkan
dalam penggalan ayat “وفىالرقاب “ adapun penyaluran dana zakat pada golongan riqab
masa sekarang dapat diaplikasikan untuk membebaskan buruh-buruh kasar atau
rendahan dari belenggu majikannya yang mengeksploitasi tenaganya, atau membantu
orang-orang yang tertindak dan terpenjara, karena membela agama dan kebenaran.
Kondisi seperti ini
banyak terjadi pada zaman sekarang, apalagi melihat kondisi perekonomian negara
dan masyarakat semakin sulit diatasi. Dengan demikian pengembangan riqab
semakin luas sesuai dengan perkembangan sosial, politik dan perubahan waktu.
e.
Garimin (orang yang berhutang)
Menurut Imam Malik,
asy-Syafi’i< dan Ahmad, bahwa orang mempunyai hutang terbagi dua golongan.
Pertama, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri, dan
kedua adalah orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan masyarakat.[66]
f.
Fi Sabilillāh
Di antara ulama dulu
dan sekarang ada yang meluaskan arti sabilillāh, tidak khusus pada jihad
yang berhubungan dengan Tuhan, tetapi ditafsirkan pada semua hal yang mencakup
kemaslahatan taqarub dan perbuatan baik, sesuai dengan penerapan arti
asal kalimat tersebut.[67]
Menurut Zakiyah
Darajat, penggunaan kata sabilillāh mempunyai cakupan yang sangat luas,
dan bentuk praktisnya hanya dapat ditentukkan pada kondisi kebiasaan waktu.[68]
Kata tersebut dapat digunakan dalam istilah jalan yang menyampaikan kepada
keridaan Allah baik berupa pengetahuan atau amal perbuatan.[69]
g.
Ibnu Sabil
Yang dimaksud Ibnu
Sabil menurut ulama ialah qiyasan untuk musafir, yaitu orang yang melintas
pada suatu daerah ke daerah lain untuk melaksanakan suatu hal yang baik, tidak
untuk kemaksiatan. Menurut golongan Syafi’i ada dua macam, yaitu: orang yang
akan bepergian dan yang sedang dalam perjalanan, mereka berhak meminta bagian
zakat meskipun ada yang menghutanginya dengan cukup. Menurut golongan ini ibnu
sabil diberi dana zakat untuk nafkah, perbekalan dan apa saja yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.[70]
Zakiyah Darajat memasukkan dalam golongan ini adalah para penuntut ilmu yang
jauh dari orang tua dan kehabisan bekal dalam rantauannya.[71]
2.
Hikmah Zakat
Dalam setiap ajaran yang diperintahkan pada manusia
mengandung suatu hikmah yang sangat berguna bagi orang yang melakukannya.
Demikianpun dengan zakat, Hasbi ash Shiddiqy membagi hikmah zakat atas 4 sisi, yaitu
hikmah bagi pihak pemberi zakat, pihak penerima zakat (mustahiq),
gabungan antara keduanya dan hikmah yang
khusus dari Allah.[72]
Sementara Wahbi Sulaiman Goza menambahkan dari segi ekistensi harta benda itu
sendiri, serta hikmah bagi pemberi zakat dan pihak masyarakat pada umumnya.[73]
a.
Hikmah
bagi Muzakki
Jika seseorang
melaksanakan kewajiban zakat, maka ia berarti telah melakukan tindakan
preventif bagi terjadinya kerawanan sosial yang umumnya dilatarbelakangi oleh
kemiskinan dan ketidakadilan seperti terjadinya
pencurian, perampokan, maupun kekerasan yang diakibatkan oleh kekayaan.
b.
Hikmah
bagi Mustahiq
Zakat sesungguhnya
bukanlah sekedar memenuhi kebutuhan para mustahiq akan tetapi memberi
kecukupan dan kesejahteraan kepada mereka
dengan cara memperkecil penyebab kehidupan mereka menjadi miskin.
c.
Hikmah
keduanya
Zakat sebagai suatu
kewajiban dan kebutuhan bagi seorang muslim yang beriman. Menghilangkan rasa
kikir bagi pemilik harta serta membersihkan sikap dengki dan iri hati bagi
orang-orang yang kurang.
Keberhasilan zakat
dalam mengurangi perbedaan kelas dan berhasilnya dalam mewujudkan pendekatan
dari kelas-kelas dalam masyarakat, otomatis akan menciptakan suasana aman dan
tentram yang melindungi seluruh masa.
Dengan demikian akan menyebabkan tersebarnya keamanan masyarakat dan
berkurangnya tindakan kriminalitas.
d.
Hikmah
kekhususan dari Allah
Dari segi
kepentingan harta benda yang dizakati, akan memberikan suatu jaminan untuk
membentengi harta kekayaan tersebut dari kebinasaan dan memberikan keberkatan serta
kesucian dari kotoran dan subhat. Hal ini dirasa adanya balasan kebaikan dari
Allah, dengan mengabulkan do’a dari para penerima zakat yang telah memberikan
bantuan.[74]
e.
Hikmah
dari eksistensi harta
Menjaga dan
memelihara harta dari para pendosa, pencuri, sehingga kehidupan di lingkungan
masyarakat menjadi tentram tanpa ada rasa ketakutan dan kekhawatiran menjaga
harta mereka.
[1]Ibrahim, Anīs dkk, Al-Mu’jām al-Wasīt, (Beirut: al-Maktabah
al-Ilmiyah, t.t.), I: 498.
[2]Al-Alamah Ibnu Manzūr, Lisān al-‘Arab,(Beirut: Dār Lisan
al-‘Arab, t.t.), II: 36.
[3]At-Taubah (9): 103.
[4]Wahbah az-Zuhailī, Zakat Kajian Berbagai Mazhab,alih
bahasa Agus Effendi dan Burhanuddin Fanany, kata pengantar Jalaluddin Rahmat,
(Bandung: PT.Remaja Rosda karya,1995), hlm. 83.
[5] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, (Beirut: Dār
al-kutub al-Araby, 1973), I: 276.
[6]Lebih lanjut al-Jazāirī memberikan keterangan
pengertian tersebut di atas bahwa seseorang yang telah memiliki harta yang
mencapai nisab zakat. Maka ia wajib memberikan harta zakatnya kepada yang
berhak dengan cara menjadikan milik. Abdurrahman al-Jazāirī, Al-Fiqh ‘alā
al-Mazāhib al-‘Arba’ah, (Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990),
I:536.
[7]Muhammad asy-Syaukani, Nail al-Autār,(Libanon:
Dār al-Jail, t.t.), IV:169.
[8]Hasbi ash Shiddieqy, Zakat Sebagai Salah Satu
Unsur Pembinaan Masyarakat Sejahtera, (Purwokerto: Matahari masa, 1969),
hlm.11.
[9]Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, zakat Dan
Wakaf, cet. ke-1 (Jakarta: UI Press, 1988), hlm. 39.
[10]Yu>suf al-Qaradawi>, Fiqh az-Zakāh,
(Beirut: Muasassah al-Risalah, 1980), I: 39.
[11] Al-Muzzammil (73): 20.
[12] At-Taubah
(9): 34 .
[13] Al-Baqarah (2): 43.
[14] Al-An’am (6): 141.
[15] Al-Baqarah (2): 277.
[16] Imām al- Bukhārī, Sahīh al-Bukhārī, Kitab
al-Imān, (Beirut: Dār al-Fikr,1991), I:10. Hadis riwayat Bukhari dari Ibnu
Umar.
[17] Idem, bab wujub az-Zakāh, II: 124. Hadis
sahih dari Abu Sufyan dari Ibnu Abbas.
[18] Wahbah al-Zuhailī, Zakat Kajian….., hlm. 90.
[19] Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul Fiqh, penerj.
Iskandar al-Barsany, cet. Ke-3, (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hlm. 185.
[20] Wahbah az-Zuhailī<, Zakat Kajian…., hlm.98-100.
[21] Ali Yafie, Makalah Seminar Pengembangan Manajemen
Zakat tgl. 31Januari-1 Februari 1990 di IAIN Raden Intan Lampung, terkumpul
dalam buku Pengembangan Manajemen Zakat, (Lampung, Proyek Pengembangan
IAIN Raden Intan Lampung: 1990), hlm. 18.
[22] Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi…hlm. 41.
[23]Imām Muslim, Sahīh Muslim,Kitab
az-Zakāh,(Beirut:
Dār al-Fikr t.t) hlm. 390.
[24]Syauqi Isma’il Syahatin, Penerapan Zakat di Dunia
Modern (Jakarta: Pustaka Dian Antar Kota, 1986), hlm. 128.
[25] Malik bin Anas, Al-Muwaţţa, Kitab az-Zakah
bab az-Zakah fi al-‘ِِAini min az-zahab wa
al-waraqi, (ttp: tnp, t.t.) Hadis no. 6
I:168.
[26] Yūsuf al-Qaradawī, Hukum…(terj.), hlm. 161.
[27] Wahbah az-Zuhailī, Zakat Kajian…, hlm. 89.
[28] Muhammad Daud Ali, Sistem…, hlm. 42.
[29] An-Nahl (16): 44.
[30] Hasbi ash Siddieqy, Pedoman Zakat, (Semarang:
PT. Pustaka Rizqi Putra, 1996), hlm.32.
[31] Syauqi Isma’il, Penerapan Zakat…, hlm. 176.
[32] At-Taubah
(10): 34.
[33] Hasbi ash Siddieqy,
Pedoman…. , hlm. 94.
[34] Imām Abī Dawūd, Sunān Abī Dawūd,Kitab
Az-Zakāh, (Beirut: Da>r al-Fikr,1987), II:100, Hadis no. 1573, Hadis sahih
dari Ali ra.
[35] Idem,. Bab Fi Zakah as-Sāimah,
II: 101Hadis nomer 1574 Hadis dari Umr
Ibn Aunin.
[36]Terdapat perbedaan pendapat mengenai ukuran emas 20
dinar dijadikan gram untuk ukuran Indonesia, ada yang berpendapat 85 gram, 94
gram dan 96 gram. Hal ini disebabkan ketidaksamaan dalam mengkonversi alat ukur
yang akan digunakan masa dulu dan sekarang. Adapun 94 gram adalah kadar zakat
yang berlaku di Indonesia
berdasarkan instruksi mentri agama no. 5 th. 1991. Lihat Proyek Peningkatan
Sarana Keagamaan Islam Zakat dan Wakaf, Pedomam zakat , cet. 16
(Jakarta: Dep.Ag., 1997), hlm. 135.
[37]Imām al- Bukhārī,Sahīh al-Bukhārī, Bab az-Zakat al-Baqar
(Beirut: Dār al-Fikr,1981), II: 141Hadis dari Abī Zār.
[38] Muhammad Bagir al Hasby, Fiqih Praktis Menurut
Al-Qur’an, Sunnah dan Pendapat Ulama, (Bandung: Mizan, 2002), I: 294.
[39]Imām al-Bukhārī, Sahih al-Bukhārī, Bab
Zakat al-Waraq,II: 137.
[40]Imam at-Turmużi, Sunan at-Turmużi,ِِ Abwab az-Zakah.Bab Ma ja’a fi Zakah al-Bakhari, (ttp:
Dār al-Fikr, 1978), II: 68, Hadis sahih dari Mahmud bin Gailan Abdul Razaq.
[41]Termasuk dalam nisab tersebut adalah domba dan
biri-biri, Karena keduanya adalah satu jenis. Lihat as-Sayyid Sabiq, Fiqih
Sunnah,alih bahasa Muhyiddin Syaf, (Bandung:
PT Al-Ma’arif, t.t.), hlm. 78.
[42] Imam Abi< Dawud, Sunān Abī Dawūd, Bab
zakah as-Sā’imah (Beirut:
Dār al-Fikr, t.t.), II:
97.
[43] Al-Baqarah (2): 267.
[44] Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyyah. (Jakarta:
Masagung, 1993), hlm. 210-211.
[45] Al-An’am (6): 141.
[46] Al-Baqarah (2): 267.
[47] Mahmud Syaltout, Al-Fatāwā, (ttp: Dār
al-Qalam, t.t.), hlm. 122-123.
[48] Imām Muslim, Sahīh Muslim, Kitab
az-Zakāh, I: 390, Hadis dari Ishak bin Mansur.
[49] Imām al-Bukhari,Sahīh al-Bukhārī,Bab
al-Usyr lima
yusqa min mā’i samā’i wa bil mā’i jarī, II: 148, Hadis riwayat Bukhari dari
Salim bin Abdullah.
[50] Proyek
Peningkatan Sarana Keagaman Zakat dan Wakaf (Jakarta: Pedoman Zakat, t.t.), hlm. 197.
[51] Djamaluddin Ahmad al-Buny, Problematika Harta dan
Zakat, cet. Ke-2, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983), hlm. 115.
[52] Al-Baqarah (2): 167.
[53] Yūsuf
al- Qaradawī, Fiqh az-Zakāh, I: 315 .
[54] Imām Abī Dawūd, Sunān Abī
Dawūd, Kitab az-Zakāh, Bab al-‘urud Iża kāna li at-tijārah,
II: 95, Hadis no. 1562 Hadis dari samurah bin jundab ra.
[55] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, I: 346.
[56] Syechul Hadi Purmono, Sumber-sumber Penggalian
Zakat, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992), hlm. 133.
[57] Yu>suf al-Qaradawi>, Ibid, I: 322-323.
[58] Al-‘Ala
(81): 14-15.
[59] Imām Muslim, Sahīh Muslim, Bab Zakat
al-Fitri ‘alā al-Muslim min at-Tamri wa Syair, (Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi,t.t),
hlm. 392.
[60] Imām Muslim, Sahīh Muslim, Bab Zakah al-Fitr,
‘alā muslimīn, I: 392.
[61] At-Taubah (9): 60.
[62] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, terj., hlm.
104.
[63]Imam Abi< Abdillah Muhammad bin Idris asy-Syafi’i,
Al-Umm, (Kairo: Da>r as-Syu’bi,1995), I:104.
[64]Yūsuf al-Qaradawi, Fiqh az-Zakāh, hlm. 546.
[66] Ibid., hlm. 545
[67] Ibid., hlm. 611.
[68] Zakiyah Darajat, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Jakarta:
Yayasan Pendidikan Islam Ruhama, 1991), hlm. 82.
[69] As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, terj. hlm.
172.
[70] Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaf an-Nawawi,
Al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab. Vol. hlm. 227.
[71]Zakiyah Darajat, Zakat…, hlm. 82.
[72]Hasbi ash-Shidieqy, Kuliah Ibadah Ditinjau Dari
segi Hukum dan Hikmah,cet. Ke-1, (Jakarta: bulan Bintang, 1963), hlm. 232.
[73]Wahbi Sulaiman Goza, Az-Zakah wa Ahkamuhu, (Beirut:
Muassasah ar-Risalah,1978), hlm.15-20.
[74] Lih. QS At-Taubah (9): 103.
No comments:
Post a Comment